Tarif Impor Trump Jadi Bumerang Bagi Bisnis AS Sendiri

Trinita Adelia - Senin, 14 Apr 2025 - 13:00 WIB
Tarif Impor Trump Jadi Bumerang Bagi Bisnis AS Sendiri
Ilustrasi bendera AS - freepik @vwalakte
Advertisements

NOTIS.CO.ID- Tarif impor era Presiden Donald Trump kembali bikin panas dunia usaha di Amerika Serikat.

Kebijakan yang katanya untuk melindungi industri dalam negeri ini justru bikin banyak pengusaha megap-megap karena lonjakan biaya operasional yang terasa nyata dari hari ke hari.

Meskipun ada jeda 90 hari buat beberapa negara, tapi tekanan ke pelaku bisnis tetap saja berat, mulai dari penjual mainan, pemilik usaha kecantikan, sampai penyelenggara konser.

Pebisnis Amerika alami lonjakan biaya operasional akibat tarif dagang Trump

Banyak pemilik bisnis kecil sampai menengah di AS mulai merasakan betul bagaimana tarif baru ini memukul rencana usaha mereka.

Tak hanya bikin ongkos produksi membengkak, tapi juga berdampak ke pemangkasan belanja, pembatalan pengadaan, bahkan penundaan ekspansi dan perekrutan tenaga kerja baru.

Kalau biasanya pelaku usaha sibuk menyusun strategi pertumbuhan, sekarang malah sibuk mikirin bagaimana cara bertahan hidup.

Mengutip Reuters, Minggu (13/4/2025), CEO Eco Lips Steve Shriver mengaku biaya produksi perusahaannya berpotensi naik US$5 juta hanya dalam waktu 12 bulan.

Perusahaan yang jualan produk kecantikan organik ini pakai bahan baku seperti vanila, minyak kelapa, dan kakao yang diimpor dari lebih dari 50 negara.

Dan semua bahan itu tidak bisa digantikan dengan produksi lokal. 

"Kami berhadapan dengan ketidakpastian rantai pasok di masa depan," katanya.

Ia bahkan sudah ngirim surat ke 300 klien untuk memberi tahu bahwa akan ada kenaikan harga dan potensi keterlambatan pengiriman.

Tambahannya lagi, meski sekarang ada jeda 90 hari, bukan berarti masalah selesai.

"Ini bisa berubah dalam 10 hari lagi," ujarnya.

Kenaikan harga produk dari China bikin bisnis mainan hingga peralatan kantor megap-megap

Di Colorado, pemilik toko mainan Into the Wind, Paul Kusler, juga dibuat pusing oleh tarif impor tinggi untuk barang dari China.

Hampir semua barang yang dia jual, mulai dari layang-layang sampai boneka, berasal dari China.

"Tarif ini mengancam bisnis kami secara serius," tegas Kusler.

 Dalam kondisi seperti ini, ia juga merasa konsumennya makin waspada belanja karena khawatir dengan inflasi yang ikut melambung.

Pada akhirnya akan menyebabkan penjualan bisa turun drastis.

Sementara itu, dari Florida, ada Emily Ley—pemilik brand planner kantor premium bernama Simplified—yang juga sedang di ujung tanduk.

Sejak tarif dagang ke China diberlakukan tahun 2017, dia udah bayar lebih dari US$1 juta dalam bentuk pajak perdagangan.

Kini, dengan tarif baru yang makin tinggi, angka itu hampir pasti naik lagi.

"Kami sedang berjuang. Ini bisa membuat kami gulung tikar," kata Emily.

Ia bahkan tengah melayangkan gugatan ke pemerintah AS karena menilai pajak tersebut bertentangan dengan konstitusi. 

Tarif tambahan 25 persen bikin proyek kampus di Denver membengkak drastis

Dampak tarif tak hanya menyentuh barang-barang konsumen, tapi juga masuk ke ranah seni dan pendidikan.

Contohnya, Newman Center for the Performing Arts di University of Denver yang tengah merenovasi gedung pertunjukan dengan mengganti kursi.

Direktur eksekutifnya, Aisha Ahmad-Post, awalnya memesan 971 kursi dari Kanada dengan total harga lebih dari US$560 ribu.

Tapi setelah tarif diumumkan, harga langsung melonjak US$140 ribu karena kena tarif tambahan 25 persen.

"Kursi-kursi itu sudah dalam produksi. Kami tidak bisa mengubah vendor begitu saja," ungkapnya. 

Proyeknya jadi terancam karena lembaga tempat dia bekerja masih berusaha memulihkan dana darurat setelah dihantam pandemi COVID-19.

Mau tak mau, sekarang mereka harus cari dana tambahan agar renovasi tetap berjalan dan pelayanan ke publik tidak terganggu.

Advertisements
Share:
Editor: Trinita Adelia
Source:

Baca Juga

Rekomendasi

Advertisements