NOTIS.CO.ID - Pemerintah mulai melonggarkan aturan soal Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), tapi langkah ini bisa jadi pedang bermata dua kalau tidak dibarengi strategi industri yang matang.
Apalagi, keputusan relaksasi ini muncul di tengah tekanan dari kebijakan Tarif Impor baru Presiden AS Donald Trump yang bikin suasana perdagangan global makin panas.
Presiden Prabowo Subianto dalam Sarasehan Ekonomi beberapa waktu lalu menegaskan perlunya fleksibilitas dalam penerapan TKDN, demi menjaga daya saing pelaku industri nasional.
“TKDN sudahlah niatnya baik, nasionalisme. Saya kalau saudara, mungkin sudah kenal saya lama, mungkin dari saya ini paling nasionalis. Kalau istilahnya dulu, kalau mungkin jantung saya dibuka yang keluar Merah Putih, mungkin,” ungkapnya.
Dampak relaksasi TKDN terhadap daya saing Industri Lokal
Relaksasi aturan TKDN pada dasarnya memberikan ruang lebih luas bagi pelaku usaha untuk bersaing di pasar internasional, terutama saat biaya produksi dalam negeri belum bisa menandingi efisiensi negara lain.
Tapi situasinya tidak sesederhana itu.
Menurut peneliti dari Next Policy, Shofie Azzahra, pelonggaran ini bisa memicu gelombang barang impor murah yang berpotensi menggerus pasar dalam negeri.
“Kebijakan relaksasi TKDN ini perlu diimbangi dengan program penguatan kapasitas industri nasional, insentif riset dan inovasi lokal, serta perlindungan selektif terhadap sektor-sektor strategis guna memastikan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan bagi Industri Lokal,” jelasnya.
Jika tak hati-hati, produk-produk lokal bisa kesulitan bersaing di tengah serbuan barang impor yang kualitasnya sudah mapan dan harganya lebih bersaing.
Risiko ketergantungan impor dan ancaman pada kemandirian industri
TKDN sejak awal dirancang untuk memperkuat rantai pasok nasional dan menciptakan ruang bertumbuh bagi industri dalam negeri.
Tapi saat kebijakan ini dilonggarkan, risiko ketergantungan terhadap barang impor jadi makin tinggi.
Shofie menambahkan bahwa dalam jangka pendek, relaksasi TKDN mungkin bisa menarik lebih banyak investasi asing dan transfer teknologi.
Namun tanpa strategi industrialisasi jangka panjang, dampaknya justru bisa menghambat daya saing lokal.
“Dalam jangka pendek, relaksasi ini mungkin memacu masuknya investasi asing dan transfer teknologi, tetapi tanpa kebijakan pengaman dan strategi industrialisasi jangka panjang, Industri Lokal bisa kalah bersaing dari produk asing yang lebih murah dan efisien,” ungkapnya.
Situasi ini akan jadi tantangan serius buat pemerintah, karena harus pintar mengatur keseimbangan antara membuka pasar dan menjaga kemandirian sektor industri.
Kalau terlalu longgar, produk-produk asing bisa mendominasi pasar, dan kalau terlalu ketat, justru bisa menghambat masuknya inovasi dan modal asing.
AS soroti TKDN dan ancaman tarif resiprokal dari kebijakan Trump
Isu TKDN ini juga tidak berdiri sendiri. Presiden Prabowo menyampaikan bahwa tekanan dari luar negeri, terutama dari Amerika Serikat, turut memengaruhi kebijakan relaksasi ini.
Pemerintah AS secara terang-terangan menyebut aturan TKDN Indonesia sebagai hambatan nontarif, selain kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE) yang juga jadi sorotan.
Prabowo menyadari tekanan ini, tapi juga ingin tetap realistis.
“Tapi kita harus realistis, TKDN dipaksakan, ini akhirnya kita kalah kompetitif. Saya sangat setuju, TKDN fleksibel saja, mungkin diganti dengan insentif,” ucapnya.
Dengan Tarif Impor AS yang melonjak hingga 32 persen, tentu Indonesia harus menyesuaikan strategi dagangnya.
Tapi penyesuaian ini jangan sampai membuat industri dalam negeri tumbang. Di sinilah pentingnya kebijakan penyeimbang, seperti insentif fiskal, dukungan riset, dan perlindungan untuk sektor-sektor strategis yang masih butuh waktu tumbuh.