NOTIS.CO.ID - Kebijakan Tarif Impor terbaru dari Presiden AS Donald Trump kembali menggemparkan pasar dunia dan jadi perbincangan hangat di kalangan ekonom karena berpotensi memicu resesi global yang bisa menyeret negara-negara Asia Tenggara seperti Indonesia, Malaysia, dan Kamboja ke dalam pusaran dampaknya.
Langkah agresif Trump yang menetapkan tarif besar pada barang-barang dari 60 negara, termasuk negara-negara Asia, mulai memunculkan efek domino dalam rantai perdagangan global dan membuat para pelaku bisnis mulai bersikap defensif menghadapi risiko ini.
Perubahan drastis ini bukan cuma mengancam stabilitas Perdagangan Internasional, tapi juga bikin pusing para analis pasar karena potensi pelemahan daya beli rumah tangga serta tertekannya arus impor dan ekspor di berbagai sektor strategis.
Risiko resesi meningkat akibat Tarif Impor tinggi dari Amerika Serikat
JP Morgan, lembaga finansial global dengan pengaruh besar dalam dunia ekonomi internasional, menyuarakan kekhawatiran serius terhadap kebijakan perdagangan baru Amerika Serikat yang dinilai bisa menjadi pemicu gelombang resesi besar dalam waktu dekat.
Bruce Kasman, Kepala Ekonom Global JP Morgan, menyampaikan bahwa risiko terjadinya Resesi global kini melonjak dari 40 persen menjadi 60 persen hanya dalam hitungan hari setelah pengumuman tarif oleh Trump.
“Kebijakan AS yang disruptif telah diakui sebagai risiko terbesar bagi prospek global sepanjang tahun,” ujar Kasman, berdasarkan riset JP Morgan, seperti dikutip dari Business Insider, Sabtu (5/4/2025).
“Berita terbaru memperkuat kekhawatiran kami karena kebijakan perdagangan AS telah berubah secara drastis menjadi kurang bersahabat bagi bisnis daripada yang kami perkirakan.” tambahnya
Para ekonom JP Morgan menggambarkan tarif yang dikenakan sebagai bentuk lain dari pajak terhadap rumah tangga dan bisnis Amerika, yang pada akhirnya bikin harga kebutuhan pokok hingga mobil melonjak tanpa ampun.
Dampak langsung kebijakan tarif terhadap ekonomi Amerika dan Asia Tenggara
Berdasarkan hasil kajian internal JP Morgan, tarif baru yang dikenakan menaikkan rata-rata tarif pajak perdagangan AS menjadi sekitar 24 persen, atau setara dengan lonjakan 2,4 persen dari keseluruhan nilai PDB nasional.
Angka ini bahkan disebut sebagai kenaikan tarif terbesar sejak Perang Dunia II dan diprediksi bakal memicu pembalasan dari negara mitra dagang lain, menurunkan kepercayaan bisnis di AS, serta mengganggu rantai pasok global secara masif.
Hal yang bikin ngeri adalah efek jangka pendek yang mungkin langsung terasa di negara berkembang seperti Indonesia, yang banyak mengandalkan ekspor barang manufaktur dan bahan baku ke AS—semua bisa jadi lebih mahal dan lebih sulit bersaing di pasar global.
Potensi efek lanjutan terhadap perekonomian Indonesia dan regional
Indonesia sebagai salah satu eksportir utama ke pasar AS bisa kena imbasnya dalam bentuk menurunnya permintaan barang lokal dan terhambatnya arus investasi asing yang cenderung akan menahan diri ketika kondisi Ekonomi Global tidak pasti.
Negara-negara Asia Tenggara lainnya seperti Kamboja dan Malaysia juga bakal merasakan tekanan yang sama karena keterikatan rantai pasok dan ketergantungan pada pasar ekspor yang besar ke AS dan Eropa.
Sementara itu, pelaku pasar domestik Indonesia harus bersiap dengan kemungkinan harga barang impor meningkat, mulai dari produk elektronik sampai bahan pangan olahan, karena efek lanjutan dari kebijakan ini.
Ketidakpastian Ekonomi Global dan antisipasi terhadap efek kebijakan Trump
“Kenaikan sebesar ini akan setara dengan kenaikan pajak terbesar sejak Perang Dunia II. Dampaknya dapat diperbesar melalui pembalasan, penurunan sentimen bisnis AS, dan gangguan rantai pasokan,” lanjut laporan JP Morgan, sambil menyoroti bahwa kebijakan ini bisa menjadi batu sandungan besar bagi pertumbuhan ekonomi tahun ini.
Meski begitu, JP Morgan tidak menutup kemungkinan bahwa efek kebijakan ini masih bisa diredam jika pemerintah AS mengubah arah dalam beberapa minggu ke depan atau setidaknya menyesuaikan skala implementasinya.
“Di luar poin yang jelas bahwa tindakan kebijakan dapat diubah dalam beberapa minggu mendatang, kami terus menekankan bahwa ekspansi AS dan global berdiri kokoh dan harus mampu menahan guncangan berukuran sedang,” tambah mereka.
Namun, dengan melihat kondisi sekarang, sebagian besar analis tetap menyebut kebijakan tarif ini sebagai guncangan ekonomi makro yang substansial yang bisa mengganggu pertumbuhan dunia jika terus dipertahankan tanpa modifikasi berarti.