Wall Street Ambruk Gara-Gara Tarif Impor Baru S&P 500 Cetak Rekor Terburuk

Trinita Adelia - Rabu, 09 Apr 2025 - 12:00 WIB
Wall Street Ambruk Gara-Gara Tarif Impor Baru S&P 500 Cetak Rekor Terburuk
Ilustrasi perang dagang AS dan China - freepik @kjpargeter
Advertisements

NOTIS.CO.ID - Ketegangan dagang antara Amerika Serikat dan China bikin indeks saham Wall Street jungkir balik, terutama setelah kebijakan Tarif Impor baru bikin pelaku pasar panik.

Dikutip dari Reuters, Rabu (9/4/2025) S&P 500 bahkan mencatat penutupan paling rendah sejak April tahun lalu, mengindikasikan dampak besar dari langkah Presiden AS Donald Trump yang kembali mengguncang pasar global lewat kebijakan perdagangannya.

Di tengah tekanan itu, investor mulai kehilangan harapan akan adanya kompromi, dan tekanan jual makin merajalela sejak pengumuman tarif diberlakukan.

Dampak kebijakan Tarif Impor AS bikin S&P 500 dan Nasdaq anjlok tajam

Indeks saham utama Amerika Serikat kembali ambruk pada perdagangan Selasa, 8 April 2025, di mana S&P 500 jatuh sampai 1,57 persen dan mengakhiri sesi di level 4.982,77.

Angka ini jadi yang terburuk sejak hampir satu tahun lalu, tepatnya April 2024. Dow Jones Industrial Average pun tak luput dari tekanan, turun 320 poin atau 0,84 persen ke posisi 37.645,59.

Nasdaq Composite bahkan terkoreksi paling dalam hingga 2,15 persen dan ditutup di 15.267,91.

Sejak pengumuman tarif baru terhadap impor dari China, nilai pasar dari perusahaan-perusahaan dalam indeks S&P 500 sudah menyusut sekitar USD 5,8 triliun.

Ini bukan kerugian kecil, melainkan rekor kejatuhan paling dalam selama empat hari sejak indeks ini ada di era 1950-an.

Semua bermula dari keputusan Presiden Trump yang tetap bersikukuh memberlakukan bea masuk 104 persen terhadap barang-barang impor asal Tiongkok.

Sikap keras Trump ini mematahkan ekspektasi banyak investor yang sebelumnya berharap ada penundaan atau ruang negosiasi dengan negara-negara mitra dagang. 

Pasar panik karena harapan kompromi makin tipis di tengah rencana tarif luas

Ketika Gedung Putih menegaskan bahwa Tarif Impor tetap akan berlaku mulai 9 April, sentimen negatif langsung menyebar di seluruh bursa.

Sekretaris pers Karoline Leavitt menyebutkan bahwa hampir 70 negara mencoba membuka dialog, tapi tampaknya Trump tidak menunjukkan tanda-tanda akan melunak.

Lindsey Bell, kepala strategi pasar dari Clearnomics, menyebut bahwa pelaku pasar sempat optimis di pagi hari.

"Para pelaku pasar optimis pagi ini bahwa kita akan mendapatkan semacam tanda bahwa kita semakin dekat dengan kesepakatan atau kompromi dengan beberapa negara besar atau bahwa akan ada penundaan mengingat begitu banyak orang ingin bernegosiasi," kata Lindsey Bell, kepala strategi pasar di Clearnomics di New York.

Banyak yang berharap akan ada kompromi atau penundaan, tapi ketika pernyataan resmi keluar, sentimen langsung berubah 180 derajat.

Terutama karena pemerintah AS terlihat siap menekan negara manapun yang dianggap merugikan industri domestik mereka.

Di sisi lain, China tak tinggal diam.

Dalam pernyataannya, pemerintah Tiongkok menolak mentah-mentah apa yang mereka sebut sebagai bentuk pemerasan dari Washington.

Sikap tegas China ini malah membuat ketegangan makin panas, dan jadi bahan bakar tambahan bagi volatilitas pasar.

Tidak heran jika indeks-indeks utama langsung goyah begitu pengumuman itu keluar.

Volatilitas ekstrem hingga sektor asuransi jadi satu-satunya penyelamat

Indeks Volatilitas CBOE atau VIX yang dikenal sebagai indikator ketakutan di Wall Street, melonjak ke 52,33 poin—level tertingginya sejak pandemi COVID-19 pada Maret 2020.

Meskipun sempat menyentuh titik terendah harian di 36,48, VIX terus menanjak sepanjang hari, mencerminkan kecemasan investor atas masa depan ekonomi global yang makin tidak pasti.

Satu-satunya sektor yang sedikit memberi napas adalah saham-saham perusahaan asuransi kesehatan.

UnitedHealth Group mencatat kenaikan 5,4 persen, sementara Humana melonjak sampai 10,7 persen setelah pemerintah mengumumkan kenaikan tarif pembayaran untuk Medicare Advantage sebesar 5,06 persen untuk tahun 2026.

Kabar ini jadi angin segar di tengah badai yang menyapu hampir seluruh sektor saham lainnya.

Namun secara keseluruhan, jumlah saham yang turun jauh lebih besar dibanding yang naik.

Di New York Stock Exchange (NYSE), rasio saham turun dibanding naik mencapai 3,03 banding 1. Di Nasdaq, lebih parah lagi, dengan rasio 3,49 banding 1.

Bahkan S&P 500 tidak mencetak titik tertinggi baru sama sekali dan justru mencatat 109 titik terendah baru dalam 52 minggu terakhir.

Di sisi volume perdagangan, ada 23,45 miliar saham yang berpindah tangan hari itu.

Angka ini memang jauh di atas rata-rata harian 20 sesi terakhir yang sekitar 17,35 miliar, tapi masih di bawah rekor volume tertinggi 29,45 miliar saham yang tercatat sehari sebelumnya.

Lonjakan volume ini biasanya jadi sinyal bahwa pasar sedang sangat aktif, atau sangat cemas.

Advertisements
Share:
Editor: Trinita Adelia
Source:

Baca Juga

Rekomendasi

Advertisements