Ekonomi Tertekan Akibat Tarif AS, Pariwisata Bisa Jadi Motor Baru Pemulihan

Trinita Adelia - Senin, 07 Apr 2025 - 08:00 WIB
Ekonomi Tertekan Akibat Tarif AS, Pariwisata Bisa Jadi Motor Baru Pemulihan
Anggota Komisi VII DPR RI Novita Hardini - Instagram @novitamochamad
Advertisements

NOTIS.CO.ID - Langkah mengejutkan datang dari Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang kembali mengguncang perdagangan global lewat kebijakan tarif timbal balik.

Indonesia, yang masuk daftar negara terdampak dengan kenaikan tarif sebesar 32 persen, kini menghadapi tekanan serius.

Tapi, di tengah ketidakpastian ini, muncul peluang besar yang bisa dimanfaatkan untuk memperkuat sektor Pariwisata Lokal sebagai mesin baru ekonomi nasional.

Kebijakan perdagangan Trump dan posisi Indonesia yang terdampak langsung

Kebijakan tarif yang diumumkan Trump pada awal April 2025 menargetkan sekitar 60 negara, termasuk beberapa negara di Asia Tenggara.

Indonesia menempati posisi kedelapan sebagai negara dengan tarif tertinggi, yakni sebesar 32 persen.

Kebijakan ini diberlakukan sebagai respons terhadap negara-negara yang selama ini dianggap menikmati surplus perdagangan dengan Amerika Serikat.

Selain tarif, Trump juga mengkritisi berbagai regulasi domestik Indonesia.

Seperti kewajiban penggunaan komponen lokal (TKDN), prosedur impor yang dianggap rumit, dan kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang mewajibkan perusahaan di sektor sumber daya alam menyimpan pendapatan ekspor di rekening dalam negeri.

“Indonesia menerapkan persyaratan konten lokal di berbagai sektor, rezim perizinan impor yang kompleks, dan mulai tahun ini akan mengharuskan perusahaan sumber daya alam untuk memindahkan semua pendapatan ekspor ke dalam negeri untuk transaksi senilai USD 250.000 atau lebih,” ujar Trump dalam pernyataannya.

Penerapan tarif universal akan dimulai pada 5 April 2025, disusul oleh tarif timbal balik yang mulai berlaku pada 9 April 2025.

Dana dari tarif ini direncanakan untuk membantu membayar utang nasional dan mengurangi pajak warga negara AS.

Mendorong pariwisata domestik sebagai penggerak ekonomi nasional

Menanggapi kondisi ini, Anggota Komisi VII DPR RI Novita Hardini mendorong agar pemerintah tidak hanya fokus pada respons jangka pendek terhadap tekanan eksternal, melainkan menjadikan situasi ini sebagai momentum memperkuat sektor Pariwisata Lokal.

"Ini menjadi sinyal penting bahwa Wisata Domestik harus menjadi prioritas, bukan hanya sebagai alternatif, tapi sebagai pilihan utama," tegasnya, , Minggu (6/4/2025).

Novita mengingatkan bahwa krisis bukan alasan untuk stagnasi, justru bisa menjadi ruang untuk melahirkan terobosan.

Menurutnya, pemerintah perlu menyusun kebijakan fiskal yang mendukung pengembangan destinasi lokal, memberikan insentif kepada pelaku usaha di sektor ini, dan menciptakan lingkungan investasi yang kondusif.

“Pemerintah harus melihat ini sebagai momentum untuk memperkuat kebijakan fiskal, memberikan insentif bagi pengembangan destinasi lokal serta menjaga kepercayaan investor di sektor pariwisata,” katanya.

Selain insentif dan dukungan fiskal, ia juga menyoroti perlunya sinergi antarsektor.

Kolaborasi antara kementerian, pemerintah daerah, serta pelaku industri pariwisata sangat dibutuhkan, mulai dari penguatan akses transportasi yang terjangkau, kampanye promosi yang masif, hingga peningkatan kualitas pengalaman wisatawan di dalam negeri.

Wisatawan domestik bisa jadi kunci kebangkitan ekonomi daerah

Mengacu pada data Mastercard Economics Institute tahun 2023, rata-rata wisatawan Indonesia menghabiskan sekitar 1.200 dolar AS untuk satu perjalanan ke luar negeri.

Bila dana tersebut dapat dialihkan ke destinasi lokal, dampaknya terhadap ekonomi daerah bisa sangat signifikan.

"Kalau wisatawan domestik dialihkan ke destinasi lokal, dampaknya bisa sangat besar terhadap perputaran ekonomi daerah. Ini bukan sekadar soal pariwisata, tetapi soal penguatan ekonomi rakyat," kata Novita.

Dengan perputaran uang yang mengalir ke daerah-daerah wisata, berbagai sektor ikut terdorong mulai dari penginapan, UMKM, penyedia jasa transportasi, hingga ekonomi kreatif.

Bahkan, destinasi-destinasi yang selama ini belum tergarap maksimal bisa mendapatkan perhatian baru dan berkembang lebih cepat.

“Pariwisata adalah jantung baru ekonomi Indonesia, harus resilien, berdaya saing, dan inklusif. Kebijakan Trump bisa jadi pemicu perubahan arah, jika kita pandai membaca peluang di tengah krisis,” jelas Novita.

Advertisements
Share:
Editor: Trinita Adelia
Source:

Baca Juga

Rekomendasi

Advertisements