NOTIS.CO.ID - Pasar keuangan global menyambut angin segar pada Kamis (29/5/2025) setelah pengadilan perdagangan Amerika Serikat memutuskan untuk memblokir sebagian besar tarif yang diterapkan oleh Presiden Donald Trump.
Keputusan ini dianggap melampaui kewenangan presiden dan memberi ruang napas bagi sektor bisnis yang selama ini terdampak kebijakan dagang tersebut. Namun di sisi lain, ketidakpastian baru pun muncul dan masih menghantui jalannya pemulihan Ekonomi Global.
Menurut laporan dari Reuters, berbagai negara mitra dagang utama AS yang sedang dalam proses negosiasi perdagangan, memilih untuk menahan komentar. Jerman dan Komisi Eropa, misalnya, belum memberikan tanggapan resmi terkait putusan tersebut.
"Kami meminta pengertian Anda bahwa kami tidak dapat mengomentari proses hukum di AS, karena masih berlangsung," kata juru bicara kementerian ekonomi Jerman, dikutip dari Reuters, Kamis (29/5/2025).
"Kami terus berharap bahwa solusi yang saling menguntungkan dapat dicapai dalam negosiasi antara Komisi UE dan pemerintah AS."
Kabar ini langsung disambut positif oleh pelaku pasar, khususnya di sektor-sektor yang selama ini tertekan tarif tinggi. Produsen chip, bank, saham barang mewah, hingga industri otomotif menjadi yang paling diuntungkan dari perkembangan ini.
Dampak Langsung di Pasar dan Mata Uang Global
Kebijakan Trump selama ini membuat pasar terombang-ambing. Tapi kali ini, indeks saham berjangka di Wall Street melonjak lebih dari 1,5%. Penguatan juga terlihat di dolar AS yang naik 0,2% terhadap yen Jepang dan 0,3% terhadap franc Swiss.
Ini terjadi karena penurunan permintaan aset-aset safe haven, seiring membaiknya sentimen pasar.
Putusan pengadilan tersebut memberikan pukulan besar terhadap kebijakan dagang Trump yang dikenal agresif. Pemerintah AS langsung menyatakan akan mengajukan banding.
Namun menurut analis pasar, investor masih memilih untuk berhati-hati, karena proses hukum bisa berjalan panjang.
Apabila putusan tersebut tetap berlaku, presiden AS masih bisa memanfaatkan undang-undang perdagangan lainnya untuk menerapkan tarif atau bea masuk terhadap sektor tertentu maupun negara tertentu.
Sebelumnya, Trump memang sempat menangguhkan sebagian tarif selama 90 hari pasca gejolak pasar pada 2 April lalu, sembari mencoba menyusun kesepakatan dagang bilateral.
Jalan Terjal Negosiasi dan Dampaknya bagi Negara Mitra
Meski Trump berhasil menandatangani kesepakatan dengan Inggris di awal bulan, analis melihat bahwa mencapai kesepakatan dagang baru tetap bukan perkara mudah.
Penangguhan tarif oleh pengadilan justru bisa mengurangi urgensi bagi negara-negara seperti Jepang untuk segera menandatangani pakta baru. Bagi para pedagang dan pelaku pasar, volatilitas seperti ini bisa menjadi peluang, tapi juga sumber stres berkepanjangan.
"Dengan asumsi bahwa banding tidak berhasil dalam beberapa hari ke depan, kemenangan utamanya adalah waktu untuk mempersiapkan diri, dan juga pembatasan pada cakupan tarif - yang tidak boleh melebihi 15% untuk saat ini," kata George Lagarias, kepala ekonom di Forvis Mazars International Advisors.
Perang Dagang yang berlangsung selama masa kepemimpinan Trump telah mengguncang banyak industri. Tak sedikit perusahaan harus menyusun ulang strategi bisnis secara besar-besaran.
Perusahaan Terpukul dan Rencana Relokasi
Beberapa nama besar seperti Diageo, General Motors, dan Ford bahkan sudah mengoreksi proyeksi pendapatan tahunannya.
Di sisi lain, sejumlah perusahaan luar AS seperti Honda, Campari, Roche, dan Novartis mempertimbangkan opsi untuk memindahkan operasi atau memperbesar kehadiran mereka di AS demi meminimalkan risiko tarif ke depan.
Kondisi ini turut memengaruhi performa bursa Eropa. Saham-saham ekspor yang sensitif terhadap kebijakan dagang, termasuk sektor otomotif dan barang mewah, berhasil menguat.
Indeks STOXX 600 di Eropa naik 0,4%, sedangkan indeks CAC 40 Prancis yang banyak berisi saham bank dan barang mewah naik hingga 0,8%. Pergerakan ini turut ditopang oleh hasil positif dari perusahaan AI raksasa Nvidia yang dirilis pada Rabu malam.
Sementara itu, emas spot terus mengalami penurunan selama empat hari berturut-turut. Sedangkan imbal hasil obligasi pemerintah AS mengalami kenaikan, sesuai logika pasar bahwa harga dan imbal hasil bergerak berlawanan arah.
Analis pasar memperingatkan bahwa euforia ini bisa jadi bersifat sementara. Dengan suasana yang masih tidak menentu, investor yang menyukai risiko pun bergerak cepat untuk memanfaatkan peluang jangka pendek.
"Saya pikir kita berada dalam periode volatilitas yang lebih tinggi - kita akan mendapatkan lebih banyak lonjakan di masa mendatang, saya kira. Namun, volatilitas adalah sahabat investor aktif," ujar Kevin Barker, kepala ekuitas aktif global di UBS Asset Management.