NOTIS.CO.ID - Ketegangan tarif antara Amerika Serikat dan China kembali memanas, dan dunia menyorot bagaimana negara lain menyikapinya, termasuk Indonesia yang kini berada di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto.
Dalam kunjungannya ke Turki pada Jumat malam, Prabowo menanggapi situasi global ini dengan sikap tenang sambil menegaskan posisi Indonesia yang tidak berpihak pada salah satu kekuatan besar dunia tersebut.
"Saya berharap pada akhirnya, mereka akan mencapai kesepakatan," ucap Prabowo di Turki, Jumat (11/4).
Konflik ini tak hanya memengaruhi dua negara yang berseteru, tapi juga menciptakan gelombang besar yang mengguncang perdagangan internasional dan stabilitas ekonomi global.
Prabowo menyebut bahwa Indonesia tetap menjaga relasi baik dengan kedua negara tersebut.
"Tidak. Tidak. Kami menghormati semua negara. Kami menganggap China sebagai teman baik bagi kami, kami menganggap Amerika Serikat juga sebagai teman baik bagi kami," ujarnya.
Ia ingin Indonesia berperan sebagai jembatan damai antara kedua raksasa ekonomi dunia itu. "Kami ingin menjadi jembatannya."
Hubungan dagang Indonesia dengan China dan Amerika tetap erat
Dalam situasi yang makin memanas, banyak negara merasa terjepit untuk memihak.
"Tidak mungkin (putus hubungan dengan China). China sangat dekat dengan Indonesia," kata Prabowo.
Indonesia bukan hanya mitra dagang utama China di kawasan Asia Tenggara, tapi juga punya ketergantungan tinggi dalam sektor industri, ekspor, dan investasi.
Begitu juga dengan Amerika Serikat, yang menjadi salah satu investor besar di sektor teknologi dan pertahanan Indonesia.
Maka wajar jika Prabowo memilih sikap non-blok dan menghindari permainan geopolitik yang bisa merugikan.
Menariknya, Prabowo mengaku sudah menjalin komunikasi langsung dengan Donald Trump mengenai situasi ini.
Walau belum ada jadwal pertemuan resmi, sinyal kedekatan diplomatik sudah tampak.
"Saya sudah minta waktu (ke Trump), mudah-mudahan ya," tambahnya.
Dampak kebijakan tarif Trump terhadap stabilitas perdagangan global
Dari sisi global, kebijakan tarif Trump membuat China melancarkan serangan balasan yang cukup mengejutkan.
Awalnya, AS menerapkan tarif imbal balik setinggi 145 persen terhadap berbagai produk impor dari China.
Tak tinggal diam, pemerintah Tiongkok langsung menaikkan tarif terhadap semua produk AS dari 84 persen menjadi 125 persen sebagai bentuk perlawanan ekonomi.
"Jika Amerika Serikat terus memberlakukan tambahan tarif terhadap barang-barang ekspor dari China ke AS, China akan mengabaikannya," tulis pernyataan resmi Kementerian Keuangan China seperti dikutip dari Breaking News Reuters, Jumat (11/4).
China menilai langkah Trump sebagai pelanggaran berat terhadap prinsip-prinsip perdagangan internasional yang adil.
Menurut pernyataan yang dikeluarkan langsung dari Beijing, tarif tinggi ini bukan cuma mencederai logika ekonomi, tapi juga merusak tatanan hukum dan kepercayaan pasar global.
Kekuatan besar seperti AS dan China yang bersitegang bisa memberi efek domino bagi negara berkembang seperti Indonesia.