TikTok Masih Terdepan, Instagram dan YouTube Belum Bisa Menyamai

Trinita Adelia - Rabu, 30 Apr 2025 - 13:00 WIB
TikTok Masih Terdepan, Instagram dan YouTube Belum Bisa Menyamai
Logo TikTok - freepik @pikisuperstar
Advertisements

NOTIS.CO.ID - TikTok telah menjadi pusat perhatian dalam dunia video pendek, menarik pengguna dari seluruh dunia dengan pertumbuhan yang luar biasa.

Sejak resmi diluncurkan secara global pada 2016, aplikasi ini kini telah digunakan oleh lebih dari 1,12 miliar orang setiap bulannya.

Di Amerika Serikat, pengguna bahkan menghabiskan waktu rata-rata 108 menit per hari di platform ini, angka yang sulit ditandingi oleh pesaingnya.

Dominasi TikTok di pasar ini mendorong banyak perusahaan besar seperti Meta dan Google untuk menghadirkan layanan serupa, yakni Instagram Reels dan YouTube Shorts.

LinkedIn pun mulai merambah format Video Pendek meski lebih diarahkan ke konten profesional.

Namun sejauh ini, belum ada yang benar-benar mampu menandingi performa TikTok terutama dalam hal personalisasi konten melalui algoritma cerdasnya.

"Ini adalah pusat internet untuk generasi muda," kata Jasmine Enberg, analis utama di Emarketer, dikutip dari CNBC Internasional, Rabu (30/4/2025).

TikTok Unggul karena Algoritma yang Lebih Personal

Salah satu kunci utama keberhasilan TikTok adalah algoritma yang sangat kuat dalam memahami preferensi pengguna.

Dengan sistem rekomendasi yang intuitif, TikTok mampu menyuguhkan konten yang sangat relevan dalam waktu singkat, membuat pengguna betah berlama-lama menonton.

Sementara platform lain seperti Meta dan Google juga terus menyempurnakan sistem rekomendasinya, mereka masih belum berhasil meniru efektivitas algoritma TikTok secara penuh. 

TikTok juga telah memperluas fungsi platform dengan menghadirkan layanan belanja langsung di aplikasi, memperpanjang durasi video, dan memperkuat posisi mereka sebagai pusat hiburan, informasi, hingga transaksi digital.

Tantangan Monetisasi Masih Jadi Pekerjaan Rumah TikTok

Walaupun TikTok berhasil meraup pendapatan iklan hingga US$23,6 miliar tahun lalu, tantangan monetisasi bagi kreator tetap jadi sorotan.

Banyak kreator mengeluhkan sulitnya memperoleh penghasilan yang layak meskipun videonya mendapat jutaan penayangan.

YouTube, misalnya, sudah memiliki sistem pembagian pendapatan yang lebih matang untuk konten berdurasi panjang.

Namun, YouTube Shorts dinilai belum optimal karena hanya memberikan imbalan sekitar empat sen untuk setiap 1.000 tayangan, setara Rp600 yang dinilai sangat kecil oleh para kreator.

Sementara itu, Meta masih terus mengembangkan fitur-fitur untuk mendukung Reels, termasuk uji coba sistem "Trial Reels" yang memungkinkan kreator menjangkau audiens baru.

Namun menurut Enberg, Meta belum berhasil membuat Reels sebagai alat utama untuk menghasilkan pendapatan bagi pembuat konten.

Peluang Meta dan Google Jika TikTok Terhalang Regulasi

Di tengah meningkatnya tekanan dari pemerintah AS terhadap TikTok yang dimiliki oleh ByteDance asal China isu potensi pelarangan semakin menguat.

Hal ini membuka peluang besar bagi platform seperti Meta dan Google untuk merebut kembali perhatian pengguna serta belanja iklan.

Menurut laporan eMarketer, jika TikTok benar-benar dilarang di Amerika Serikat, Meta dan Google berpotensi memperoleh hingga 50 persen dari anggaran iklan yang sebelumnya ditujukan ke TikTok.

Ini bisa menjadi keuntungan besar bagi mereka yang selama ini hanya bertahan sebagai alternatif.

Advertisements
Share:
Editor: Trinita Adelia
Source:

Baca Juga

Rekomendasi

Advertisements