Siswa Keracunan Massal, P2G Kritik Keras BGN Gagal Jalankan Program MBG

Trinita Adelia - Kamis, 24 Apr 2025 - 10:30 WIB
Siswa Keracunan Massal, P2G Kritik Keras BGN Gagal Jalankan Program MBG
Ilustrasi keracunan makanan - freepik @stockking
Advertisements

NOTIS.CO.ID - Insiden keracunan massal yang menimpa siswa di Cianjur setelah menyantap makanan dari Program Makan Bergizi Gratis (MBG) menjadi gambaran jelas soal lemahnya sistem pengawasan dari Badan Gizi Nasional (BGN).

Tidak ada gunanya program bagus di atas kertas kalau pelaksanaannya amburadul di lapangan.

Iman Zanatul Haeri dari Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mengatakan, “Program MBG ini sebenarnya bagus, tapi sayangnya eksekusinya amburadul. Kasus keracunan di Cianjur adalah alarm bahwa pengawasan dan pendampingan teknis dari BGN sangat lemah.” 

BGN sebenarnya sudah punya aturan lewat Peraturan Nomor 6 Tahun 2024. Tapi, apakah aturan itu dijalankan dengan benar atau hanya sekadar tertulis dan tidak dipraktikkan.

“Pertanyaannya, apakah pelatihan dan bimbingan teknis itu betul-betul dilakukan di Cianjur? Jangan-jangan malah tidak pernah dilakukan, sehingga makanan tidak aman sampai ke anak-anak,” ucap Iman lagi.

Ketidaktegasan pelaksanaan surat edaran pengawasan makanan bikin makin runyam

Kementerian Kesehatan juga sebenarnya sudah ikut turun tangan lewat Surat Edaran HK.02.02/C/319/2024.

Isinya jelas, Tim Gerak Cepat (TGC) wajib lapor kalau ada kasus keracunan makanan di program MBG.

Tapi di lapangan, surat itu seakan cuma jadi formalitas belaka.

Kalau mekanisme lapor dan tanggap darurat saja tidak dijalankan maksimal, wajar kalau keracunan bisa terus terjadi.

Guru yang aktif di Jakarta ini juga mempertanyakan, seberapa serius surat edaran tersebut dianggap oleh pelaksana di daerah.

Karena faktanya, koordinasi dan reaksi terhadap insiden keracunan terlihat sangat lemah.

“Tapi mekanisme ini tampaknya tidak dijalankan maksimal. Padahal Kemenkes sudah menekankan bahwa keracunan makanan dalam MBG harus dianggap serius dan dilaporkan segera oleh TGC,” kata Iman.

Kondisi ini menggambarkan sistem yang bobrok, di mana banyak tahapan pengawasan diabaikan begitu saja.

Kasus massal di berbagai daerah bukti nyata kegagalan sistem MBG nasional

P2G mencatat, kejadian semacam ini bukan cuma terjadi di Cianjur, tapi juga menyebar ke sembilan wilayah lain seperti Pandeglang, Bulukumba, Empat Lawang, Jombang, dan Sumba Timur.

Bahkan, ada laporan soal menu MBG yang cuma berisi mi instan. Ini bukan cuma soal salah menu, tapi cerminan betapa rusaknya rantai distribusi dan lemahnya pengawasan kualitas.

“Ini bukti ada middleman berlebihan dan pengawasan lemah. Saat makanan sampai ke siswa, nilai gizinya sudah hilang. Bahkan ada guru yang mencium makanan basi dan membuangnya. Itu penyelamatan darurat,” ucap Iman.

Semua ini menunjukkan bahwa ada masalah struktural dalam pelaksanaan MBG.

Mulai dari penyedia makanan hingga proses kontrol kualitas, semua seperti dijalankan asal jadi. 

Seruan P2G agar BGN bertindak tegas dan hentikan toleransi terhadap pelanggaran

P2G kini mendesak Badan Gizi Nasional untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap program MBG.

Tidak cukup hanya memperbaiki sistem, tapi juga perlu ada sanksi tegas untuk dapur-dapur yang melanggar standar operasional prosedur (SOP).

“Kalau tidak patuh SOP, tidak layak lagi jadi penyedia makanan bergizi untuk anak-anak. Ini soal nyawa dan masa depan generasi,” ujar Iman.

Menurutnya, tidak ada lagi ruang toleransi dalam masalah seperti ini.

Setiap dapur yang terlibat harus punya rekam jejak jelas dan lolos bimbingan teknis yang ketat.

Pendekatan “zero tolerance” wajib diterapkan demi menjamin keamanan dan kualitas makanan bagi anak-anak sekolah. 

“Salus Populi Suprema Lex—keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi. Jangan biarkan anak-anak jadi korban kebijakan yang ceroboh,” tegas Iman. 

Advertisements
Share:
Editor: Trinita Adelia
Source:

Baca Juga

Rekomendasi

Advertisements