NOTIS.CO.ID - Perseteruan panas terjadi antara Elon Musk dan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, usai Rancangan Undang-undang (RUU) kontroversial yang disebut-sebut berpotensi merugikan sektor teknologi dan energi terbarukan.
Ketegangan antara dua tokoh besar ini menyoroti pertentangan tajam antara masa depan inovatif dan kebijakan yang dianggap masih berakar pada masa lalu.
Musk, pendiri Tesla dan SpaceX, melontarkan kritik tajam terhadap RUU tersebut. Ia menilai isi RUU bakal "menghancurkan ekonomi AS dan mencetak banyak pengangguran."
Menurutnya, pemerintah Trump lebih condong pada industri usang ketimbang mendukung teknologi masa depan. Kritik ini bukan sekadar soal kebijakan fiskal, tetapi juga menyangkut arah pembangunan negara.
Dalam dokumen RUU yang didukung oleh Trump, terdapat sejumlah perubahan besar. Pemerintah berencana menaikkan pajak untuk proyek-proyek energi terbarukan seperti panel surya, baterai, tenaga panas bumi, angin, dan nuklir.
Sementara itu, subsidi justru digelontorkan untuk batu bara yang digunakan dalam proses produksi baja. Langkah ini dinilai Musk sebagai upaya mundur dari kemajuan teknologi yang sudah dicapai selama satu dekade terakhir.
Balasan Trump pada Kritik Elon Musk yang Makin Panas
Trump merespons keras kritik yang dilontarkan Musk. Melalui akun media sosial Truth Social miliknya, ia menyerang balik dengan menyebut bahwa lembaga pemerintahan yang dulu sempat dipimpin Musk, yakni DOGE (Lembaga Efisiensi Pemerintah), perlu menyelidiki praktik bisnis sang miliarder secara menyeluruh.
"Tanpa subsidi, Elon Musk kemungkinan harus menutup bisnis dan kembali ke Afrika Selatan." kata Trump, dikutip dari akun Truth Social-nya, Kamis (3/7/2025).
Bukan hanya itu, Trump juga menyindir jumlah bantuan pemerintah yang selama ini diterima Musk. Ia mengklaim bahwa pengusaha yang kini tinggal di Texas itu adalah sosok yang "paling banyak mendapatkan subsidi di muka Bumi."
"Tak ada lagi peluncuran roket, satelit, dan produksi mobil listrik. Negara kita akan menghemat sangat besar," tambah Trump dalam unggahannya pada Rabu (2/7/2025).
Serangan itu jelas memperlihatkan bahwa ketegangan antara keduanya bukan hanya soal kebijakan ekonomi, tetapi sudah menyentuh ranah pribadi dan ideologis.
Status Elon Musk Dipertanyakan setelah Trump Lempar Sindiran Deportasi
Perseteruan ini juga membuka kembali pembahasan mengenai latar belakang Elon Musk. Miliarder teknologi itu lahir dan dibesarkan di Afrika Selatan sebelum akhirnya pindah ke Amerika Serikat dan menjadi warga negara naturalisasi.
Ibunya juga merupakan warga Afrika Selatan. Fakta ini rupanya dijadikan celah oleh Trump untuk menebar sindiran lanjutan.
Dalam wawancara yang dikutip dari Axios, Trump ditanya apakah ia mempertimbangkan untuk mendeportasi Musk. Presiden AS itu memberi jawaban yang mengundang spekulasi lebih luas.
"Kita harus lihat dulu," ujar Trump.
Musk sebelumnya memang pernah menjadi penasihat khusus Trump dan sempat dipercaya untuk memimpin DOGE, lembaga yang didirikan untuk mengefisiensikan anggaran federal.
Namun ia mengundurkan diri dengan alasan ingin fokus pada bisnis yang sedang ia kembangkan, mulai dari kendaraan listrik hingga proyek luar angkasa.