Transisi Pemilu Daerah 2031 Bisa Bikin DPRD Diperpanjang Tanpa Pemilu

Putusan MK geser pemilu daerah ke 2031, pakar hukum minta DPRD tetap aktif lewat rekayasa konstitusional.
Trinita Adelia - Sabtu, 28 Jun 2025 - 13:16 WIB
Transisi Pemilu Daerah 2031 Bisa Bikin DPRD Diperpanjang Tanpa Pemilu
Ilustrasi - freepik
Advertisements

NOTIS.CO.ID - Masa jabatan kepala daerah hasil Pilkada 2024 akan berakhir pada 2029, namun masyarakat baru akan memilih pemimpin baru pada 2031.

Situasi ini muncul akibat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan pemilu lokal tak lagi digelar serentak dengan pemilu nasional.

Kondisi tersebut memunculkan kekosongan kekuasaan legislatif dan eksekutif di daerah selama dua tahun, yang menurut ahli hukum memerlukan solusi konstitusional yang segera.

Rekayasa Hukum Dinilai Penting Dalam Masa Transisi DPRD 2029–2031

Melansir dari inilah.com, Pakar Hukum Tata Negara dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Gugun El Guyanie, menyoroti pentingnya peran DPRD dalam masa transisi ini. Ia menilai bahwa tidak seperti kepala daerah yang bisa digantikan oleh penjabat (Pj), DPRD tidak bisa dibiarkan kosong begitu saja.

Dalam situasi ini, menurutnya perlu rekayasa konstitusional yang mengatur masa jabatan DPRD agar tetap berjalan hingga pemilu serentak daerah tahun 2031.

“Kalau DPRD tidak bisa kosong, atau tidak seperti kepala daerah, dibuatkan Pj. Maka nanti harus ada rekayasa konstitusional pembentuk undang-undang agar DPRD menjabat sampai ada pemilu daerah serentak 2031,” kata Gugun, dikutip Sabtu (28/6/2025).

Ia menjelaskan bahwa DPRD hasil pemilu 2024 tetap harus menjalankan fungsi pengawasan dan legislasi meskipun masa jabatan formalnya sudah habis pada 2029.

Menurut Gugun, perlu dibuat Surat Keputusan (SK) transisi yang berlaku dari 2029 hingga 2031 agar kinerja DPRD tetap berlanjut tanpa kekosongan hukum.

Tidak Ideal, Tapi Dinilai Tidak Merugikan Keuangan Negara

Gugun mengakui bahwa perpanjangan jabatan ini bisa menimbulkan kesan ketidakadilan karena menguntungkan anggota DPRD yang terpilih pada 2024.

Namun dari sisi anggaran negara, kebijakan ini dinilai tidak akan membebani keuangan publik karena tidak menambah jumlah anggota atau beban struktural baru.

“Secara administratif, DPRD dilantik 2024, SK-nya sampai 2029. Tapi nanti setelah habis 2029, ada SK transisi 2029-2031, dengan tugas dan kewenangan yang sama. Memang terkesan tidak adil, menguntungkan anggota DPRD 2024. Tapi tidak ada kerugian bagi keuangan negara,” tuturnya.

Gugun menekankan pentingnya fungsi pengawasan tetap dijalankan selama dua tahun tersebut untuk melihat kualitas partai politik dan calon legislatif yang akan maju kembali dalam Pemilu 2031.

Putusan MK dan Penyesuaian Jadwal Pemilu Nasional dan Daerah

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa pemilu lokal akan diselenggarakan paling cepat dua tahun dan paling lambat dua tahun enam bulan setelah selesainya pemilu nasional.

Wakil Ketua MK Saldi Isra menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan selesainya pemilu nasional merujuk pada waktu pelantikan pejabat yang terpilih.

Pemilu nasional sendiri mencakup pemilihan anggota DPR, DPD, serta presiden dan wakil presiden. Sementara pemilu lokal meliputi pemilihan anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota dan pemilihan kepala daerah.

Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 ini didasarkan pada pengalaman penyelenggaraan Pemilu 2024, di mana jadwal antara pemilu legislatif dan pemilihan kepala daerah berdekatan dan dinilai menimbulkan beban administratif serta logistik yang besar.

Untuk menghindari benturan serupa di masa depan, MK mengamanatkan agar kedua jenis pemilu dipisah dengan rentang waktu tertentu.

Advertisements
Share:
Editor: Trinita Adelia
Source:

Baca Juga

Rekomendasi

Advertisements