Putusan MK Terbaru, Sekolah Swasta Wajib Gratis Jika Sekolah Negeri Tak Cukup

MK putuskan negara wajib gratiskan pendidikan dasar di sekolah swasta jika sekolah negeri tidak mampu menampung siswa.
Trinita Adelia - Kamis, 29 Mei 2025 - 07:00 WIB
Putusan MK Terbaru, Sekolah Swasta Wajib Gratis Jika Sekolah Negeri Tak Cukup
Ilustrasi sekolah - freepik @gpointstudio
Advertisements

NOTIS.CO.ID - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal Pendidikan gratis membawa kabar baik bagi jutaan keluarga di Indonesia.

Dalam sidang di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (27/5), para hakim mengabulkan sebagian gugatan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).

Inti dari putusan ini adalah negara wajib membiayai Pendidikan dasar di sekolah swasta jika sekolah negeri tidak mampu menampung semua peserta didik.

Putusan ini menyoroti ketimpangan yang muncul karena frasa dalam Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas menyatakan bahwa Pendidikan dasar gratis hanya berlaku di sekolah negeri.

Padahal, banyak siswa terpaksa bersekolah di Sekolah Swasta karena terbatasnya daya tampung sekolah negeri. Menurut Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, hal ini menciptakan perlakuan yang tidak adil terhadap siswa dari keluarga yang tidak mampu.

“Sebagai ilustrasi, pada tahun ajaran 2023/2024, sekolah negeri di jenjang SD hanya mampu menampung sebanyak 970.145 siswa, sementara Sekolah Swasta menampung 173.265 siswa. Adapun pada jenjang SMP, sekolah negeri tercatat menampung 245.977 siswa, sedangkan sekolah swasta menampung 104.525 siswa,” ujar Enny, dikutip dari laman resmi Mahkamah Konstitusi. 

Ketimpangan akses Pendidikan dasar masih menjadi persoalan

Ketimpangan ini menjadi perhatian serius karena mencerminkan realitas bahwa tidak semua anak bisa mengakses pendidikan gratis yang dijamin oleh konstitusi.

Pasal 31 ayat (2) UUD 1945 secara jelas mewajibkan negara membiayai Pendidikan dasar tanpa membedakan penyelenggaranya.

Artinya, baik sekolah negeri maupun swasta harus mendapat perlakuan setara selama fungsi dan tujuannya sama yaitu menyediakan Pendidikan dasar yang layak.

Menurut Enny, kondisi saat ini bertentangan dengan amanat konstitusi. Negara belum sepenuhnya memenuhi kewajiban untuk memberikan akses Pendidikan yang merata dan inklusif.

Sekolah negeri memang digratiskan, tetapi daya tampung yang terbatas membuat sebagian siswa harus memilih Sekolah Swasta yang memungut biaya dan ini bisa menjadi beban berat bagi keluarga berpenghasilan rendah.

"Sehingga terjadi fakta yang tidak berkesesuaian dengan apa yang diperintahkan oleh UUD NRI Tahun 1945, khususnya Pasal 31 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945, karena norma konstitusi tersebut tidak memberikan batasan atau limitasi mengenai Pendidikan dasar mana yang wajib dibiayai negara. Norma konstitusi a quo mewajibkan negara untuk membiayai pendidikan dasar dengan tujuan agar warga negara dapat melaksanakan kewajibannya dalam mengikuti pendidikan dasar. Dalam hal ini, norma Pasal 31 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 harus dimaknai sebagai pendidikan dasar baik yang diselenggarakan oleh pemerintah (negeri) maupun yang diselenggarakan oleh masyarakat (swasta)," tegas Enny.

Ia menambahkan bahwa pembatasan pembiayaan hanya untuk sekolah negeri bukanlah tafsir yang sesuai dengan semangat keadilan sosial dalam UUD.

Negara wajib hadir lewat subsidi Pendidikan swasta

Dalam konteks ini, Mahkamah Konstitusi memerintahkan pemerintah untuk menyusun kebijakan afirmatif agar pendidikan dasar tetap gratis, termasuk di sekolah swasta jika itu menjadi satu-satunya pilihan bagi siswa.

Solusinya bukan memaksakan siswa masuk ke sekolah negeri, melainkan memastikan subsidi pemerintah menjangkau Sekolah Swasta yang menampung siswa dari keluarga kurang mampu.

Enny juga menegaskan pentingnya alokasi anggaran yang adil dan efektif. Negara tidak hanya dituntut menjamin ketersediaan sekolah negeri, tetapi juga harus tanggap terhadap realitas di lapangan.

Subsidi atau bantuan biaya Pendidikan bagi siswa sekolah swasta menjadi salah satu langkah strategis untuk menutup celah ketidakadilan ini.

Permohonan uji materi ini diajukan oleh Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia bersama tiga pemohon individu: Fathiyah, Novianisa Rizkika, dan Riris Risma Anjiningrum.

Dua di antaranya adalah ibu rumah tangga, sedangkan satu orang adalah pegawai negeri sipil. Mereka menggugat atas dasar keprihatinan terhadap ketimpangan akses Pendidikan dasar yang masih membayangi banyak keluarga di Indonesia.

Putusan ini sekaligus menjadi momentum penting untuk merevisi pendekatan negara terhadap Pendidikan

Advertisements
Share:
Editor: Trinita Adelia
Source:

Baca Juga

Rekomendasi

Advertisements