NOTIS.CO.ID - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal pemisahan waktu antara pemilu nasional dan daerah menimbulkan dampak konstitusional yang cukup besar, termasuk potensi perpanjangan masa jabatan para anggota DPRD.
Situasi ini memicu diskusi mendalam di DPR RI, yang menilai bahwa solusi atas persoalan tersebut tak bisa hanya lewat pembahasan terbatas di satu komisi, melainkan membutuhkan kerja kolektif lewat panitia khusus lintas komisi.
Melansir dari inilah.com Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Aria Bima, menilai bahwa implikasi dari putusan MK itu bukan perkara sepele.
Menurutnya, diperlukan langkah strategis dan kolaboratif dari semua pihak, mulai dari DPR, pemerintah, hingga pemangku kepentingan pemilu agar sistem demokrasi Indonesia tidak terganggu ke depannya.
“Perpanjangan masa jabatan DPRD, misalnya, bukan perkara mudah. Kita perlu duduk bersama antara DPR, pemerintah, dan seluruh pemangku kepentingan untuk menyepakati langkah-langkah strategis guna mengantisipasi konsekuensi dari putusan MK tersebut,” ujar Aria, dikutip dari inilah.com Senin (30/6/2025).
Urgensi Pembentukan Pansus untuk Bahas UU Pemilu Baru
Dampak dari pemisahan pemilu juga menyentuh urgensi untuk membahas kembali Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu secara lebih menyeluruh.
Aria menekankan bahwa format pembahasan sebaiknya tidak lagi hanya melalui panitia kerja (panja) biasa. Kompleksitas permasalahan yang mungkin muncul dinilai lebih cocok jika ditangani melalui panitia khusus (pansus) lintas komisi agar lebih komprehensif.
Ia menyampaikan pentingnya memikirkan ulang seluruh struktur peraturan pemilu yang berlaku. Apakah akan ada pasal peralihan atau norma tambahan dalam UU Pemilu ke depan, menurutnya hal ini tak bisa diputuskan secara terpisah-pisah.
“Apakah nantinya kita akan menambahkan pasal peralihan atau menyisipkan norma baru dalam UU Pemilu, itu harus dipikirkan secara integral, tidak bisa sepotong-sepotong. Ini soal desain besar penyelenggaraan pemilu yang akan memengaruhi ekosistem demokrasi nasional,” jelasnya.
Dorongan Kodifikasi UU Pemilu Lewat Pendekatan Omnibus Law
Lebih lanjut, Aria juga menyoroti pentingnya pendekatan kodifikasi atau omnibus law dalam menyusun regulasi pemilu. Menurutnya, dengan cara ini, undang-undang kepemiluan bisa menjadi lebih menyatu, menyeluruh, dan tidak saling bertabrakan antar regulasi.
Langkah ini juga dianggap sebagai bentuk koreksi atas berbagai kekurangan yang masih melekat dalam sistem hukum pemilu yang berlaku saat ini.
“Undang-undang pemilu ke depan harus merupakan hasil dari proses corrective action yang menyeluruh dan menjawab tantangan yang belum terakomodasi dalam undang-undang yang berlaku sekarang,” tegasnya.
MK Putuskan Pemilu Nasional dan Daerah Dipisah
Sebagai informasi, Mahkamah Konstitusi baru-baru ini mengeluarkan putusan penting yang memisahkan pelaksanaan pemilu nasional dan daerah dengan jeda waktu minimal dua tahun dan maksimal dua tahun enam bulan.
Pemilu nasional meliputi pemilihan presiden-wakil presiden, anggota DPR, dan DPD. Sementara itu, pemilu daerah mencakup pemilihan anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta kepala daerah.
“Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (26/6/2026).
Putusan ini merupakan tanggapan atas permohonan uji materi yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), yang diwakili oleh Ketua Pengurus Yayasan Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati dan Bendahara Irmalidarti.