Elon Musk Diduga Pakai Ketamin tapi Tes Urinenya Bikin Publik Terdiam

Elon Musk pamer tes urine negatif usai dituding konsumsi ketamin, fakta medis dan kontroversi pun jadi sorotan.
Trinita Adelia - Kamis, 26 Jun 2025 - 16:00 WIB
Elon Musk Diduga Pakai Ketamin tapi Tes Urinenya Bikin Publik Terdiam
Elon Musk - X @elonmusk
Advertisements

NOTIS.CO.ID - Elon Musk kembali menarik perhatian dunia setelah sebuah laporan menyebut dirinya menggunakan zat terlarang selama menjabat di pemerintahan Donald Trump. Dalam laporan itu, ia dituduh mengonsumsi ketamin dan narkoba dalam jumlah besar.

Merespons tudingan tersebut, Musk mengunggah hasil tes urine yang memperlihatkan hasil negatif terhadap zat-zat tersebut. Langkah ini sontak memicu perbincangan luas tentang penggunaan ketamin, baik secara medis maupun rekreasional.

Melalui unggahan singkat bertuliskan “Lol,” Musk menyindir balik laporan kontroversial dari The New York Times. Ia juga menegaskan kembali bahwa dirinya hanya pernah menggunakan Ketamin dalam konteks medis, beberapa tahun lalu.

Kini, dengan hasil tes urine yang menunjukkan tubuhnya bersih dari zat-zat seperti ekstasi, jamur psikedelik, Adderall, hingga Ketamin, Musk kembali mempertegas bahwa tudingan terhadapnya tidak berdasar.

Ketamin untuk Medis dan Mental, Bukan Sekadar Obat Rekreasional

Ketamin termasuk dalam kategori obat yang diawasi ketat di Amerika Serikat, berada di bawah klasifikasi Jadwal III. Artinya, ia bukan narkotika, tetapi tetap memiliki potensi penyalahgunaan.

Di dunia medis, Ketamin sering digunakan sebagai anestesi umum, baik untuk operasi maupun penanganan darurat tertentu. Biasanya, ketamin diberikan dalam bentuk suntikan cairan bening.

Namun, dalam beberapa tahun terakhir, pemanfaatan Ketamin berkembang ke ranah kesehatan mental. Dokter mulai meresepkan obat ini untuk mengatasi depresi dan gangguan kecemasan, terutama bagi pasien yang tidak merespons terapi konvensional.

Studi terbaru bahkan menunjukkan bahwa Ketamin mampu meredakan gejala depresi dengan cepat, meskipun efeknya sering kali bersifat sementara.

Sebuah tinjauan ilmiah pada 2023 menyebut bahwa efektivitas Ketamin sangat tergantung pada dosis dan jenis yang digunakan. Dosis tinggi memang cenderung memberikan dampak yang lebih nyata, namun efeknya tidak selalu bertahan lama.

Sementara itu, ulasan tahun 2022 menyatakan bahwa pasien dengan gangguan kecemasan kerap mengalami kekambuhan dalam waktu dua minggu setelah terapi Ketamin.

Di luar pengawasan medis, Ketamin dalam bentuk bubuk sering dikonsumsi secara ilegal, biasanya dengan cara dihirup. Kadang-kadang zat ini dicampur dengan mariyuana, tembakau, atau bahkan dimasukkan ke dalam minuman, menjadikannya rawan disalahgunakan.

Tes Urine dan Akurasi Deteksi Zat Ketamin dalam Tubuh

Tes urine merupakan metode paling umum untuk mendeteksi keberadaan ketamin di dalam tubuh. Prosedur ini dinilai praktis, murah, dan cukup akurat, sehingga sering digunakan dalam pemeriksaan rutin maupun kasus dugaan penyalahgunaan narkoba.

Dalam penggunaan satu kali, Ketamin bisa terdeteksi dalam urine selama kurang lebih tiga hari. Jika dikonsumsi secara teratur, masa deteksinya bisa mencapai 5–7 hari.

Pada kasus yang sangat jarang dan kronis, zat tersebut bahkan dapat bertahan hingga 30 hari. Untuk metode lain, Ketamin bisa ditemukan dalam darah selama 24 jam, dalam air liur hingga 72 jam, dan dalam rambut hingga 90 hari.

Hasil tes urine yang negatif menunjukkan bahwa Ketamin atau metabolitnya tidak ditemukan dalam kadar signifikan. Dengan kata lain, tidak ada konsumsi yang terjadi dalam waktu dekat, setidaknya beberapa hari atau minggu terakhir. 

Risiko Kesehatan dan Bahaya Ketamin jika Disalahgunakan

Ketika digunakan sesuai prosedur medis, ketamin sebenarnya tergolong aman. Namun, risiko akan meningkat drastis jika zat ini digunakan sembarangan atau dijadikan alat rekreasi. Efek samping ringan hingga sedang bisa muncul bahkan pada dosis yang diresepkan dokter.

Beberapa efek umum mencakup rasa mengantuk, pandangan kabur, pusing, hingga kebingungan. Dalam kondisi tertentu, Ketamin juga dapat menyebabkan mual, muntah, atau kegelisahan berlebih.

Risiko yang lebih serius antara lain gangguan pada sistem kardiovaskular, penurunan fungsi pernapasan, hingga tekanan tinggi dalam otak.

Ketamin juga diketahui memiliki efek disosiatif dan halusinogenik, yang menjadi alasan utama penggunaannya dalam aktivitas rekreasional. Sayangnya, zat ini juga tercatat digunakan dalam sejumlah kasus kekerasan yang difasilitasi dengan narkoba.

Selain itu, ada penelitian yang menunjukkan potensi gangguan fungsi hati serta penurunan daya pikir, terutama pada individu yang sering mengonsumsinya sejak usia muda.

Kontroversi seputar Elon Musk bukan hanya soal siapa dia, tetapi juga soal bagaimana kita memandang penggunaan ketamin di era modern. 

Meski kontroversi belum reda, Musk kembali membuktikan bahwa dirinya tidak segan menghadapi kritik. Dan dengan hasil tes urine yang bersih, ia setidaknya telah memberikan satu jawaban tegas di tengah spekulasi liar soal Ketamin.

Advertisements
Share:
Editor: Trinita Adelia
Source:

Baca Juga

Rekomendasi

Advertisements