China Balas Tudingan AS soal Chip AI, Perang Teknologi Makin Sengit

China dan AS kembali bersitegang soal chip AI, perang dagang teknologi kian tajam di tengah persaingan global
Trinita Adelia - Selasa, 03 Jun 2025 - 15:00 WIB
China Balas Tudingan AS soal Chip AI, Perang Teknologi Makin Sengit
Ilustrasi China vs Amerika - freepik @kjpargeter
Advertisements

NOTIS.CO.ID - Hubungan Amerika Serikat dan China kembali memanas setelah Negeri Tirai Bambu menyebut kebijakan pemblokiran teknologi dari AS sebagai bentuk diskriminasi.

Tuduhan ini dilontarkan menyusul pernyataan keras dari Presiden AS Donald Trump, yang menuding China melanggar kesepakatan penangguhan tarif yang sebelumnya telah diteken kedua negara di Jenewa pada 12 Mei 2025.

Melansir dari NBC News, juru bicara Kedutaan Besar China di AS, Liu Pengyu, mengatakan, "Baru-baru ini, China telah berulang kali menyampaikan kekhawatirannya kepada AS mengenai penyalahgunaan tindakan pengendalian ekspor di sektor semikonduktor dan praktik terkait lainnya."

Komentar ini menjadi bagian dari peningkatan tensi dalam perang dagang yang kini berpusat pada sektor teknologi mutakhir, seperti kecerdasan buatan dan infrastruktur semikonduktor.

China Sebut AS Langgar Kesepakatan Teknologi Jenewa 2025

Pihak China menilai AS tidak konsisten dalam menerapkan kesepakatan yang disepakati di Jenewa. Dalam pernyataan tambahan yang dilansir CNBC International, Liu Pengyu menegaskan bahwa negaranya tidak tinggal diam menghadapi kebijakan sepihak dari Washington.

"China sekali lagi mendesak AS untuk segera memperbaiki tindakan yang salah dalam melakukan pembatasan diskriminatif terhadap China. Kami meminta AS untuk memegang teguh konsensus yang dicapai dalam pembicaraan di Jenewa," kata Liu.

Meski tak merinci bentuk pembatasan yang dipermasalahkan, China sebelumnya sempat mengecam larangan penggunaan chip AI buatan Huawei oleh perusahaan AS sebagai bentuk penyalahgunaan kebijakan ekspor.

AS Kian Perketat Ekspor Chip Sejak Era Trump Hingga Kini

Langkah-langkah pembatasan teknologi oleh AS bukanlah hal baru. Sejak masa jabatan pertama Donald Trump, pemerintah AS sudah membatasi ekspor chip dan teknologi semikonduktor ke China sebagai bagian dari kebijakan pertahanan nasional.

Kebijakan itu diteruskan oleh pemerintahan Joe Biden dan kini makin diperluas di periode kedua Trump.

Salah satu titik balik besar adalah pada tahun 2019, ketika Huawei masuk daftar hitam perdagangan.

Langkah ini memaksa Huawei untuk melakukan inovasi mandiri. Mereka kemudian berhasil menciptakan sistem operasi HarmonyOS yang tidak bergantung pada Android serta mengembangkan chip 5G tanpa dukungan teknologi AS, bekerja sama dengan perusahaan semikonduktor lokal, SMIC.

Huawei dan Nvidia Jadi Sorotan dalam Konflik Teknologi

Setelah akses ke chip AI canggih dari Nvidia dan AMD dibatasi oleh pemerintahan Biden pada 2022, Huawei justru melihat celah. Mereka mulai merancang chip pengganti yang sesuai kebutuhan pasar domestik.

Sementara itu, pemerintah AS makin memperketat pembatasan terhadap penyedia software desain chip seperti Synopsys dan Cadence Design Systems agar menghentikan seluruh transaksi ke China.

Baru-baru ini, tekanan meningkat ketika pemerintahan Trump memerintahkan Nvidia untuk menghentikan penjualan chip H20 ke China.

Padahal, chip tersebut sebelumnya memang dirancang agar tetap bisa masuk pasar China tanpa melanggar batasan ekspor chip era Biden. Namun kini, semua chip Nvidia, bahkan yang dianggap tidak canggih sekalipun, ikut terkena pemblokiran.

Akibatnya, Nvidia mengaku harus menanggung beban besar. Perusahaan menyatakan menyimpan chip senilai lebih dari USD 4,5 miliar yang tidak bisa dijual karena larangan ini.

CEO Nvidia, Jensen Huang, mengkritik pendekatan sepihak pemerintah AS dan mengatakan, "AS membuat kebijakan berdasarkan asumsi bahwa China tidak bisa membuat chip AI."

Di tengah ketegangan ini, baik AS maupun China tampaknya bersikukuh mempertahankan posisi masing-masing.

Sementara AS beralasan kebijakan ini untuk menjaga keamanan nasional dan dominasi teknologi, China menganggapnya sebagai penghalang pembangunan dan kemajuan industri dalam negerinya. 

Advertisements
Share:
Editor: Trinita Adelia
Source:

Baca Juga

Rekomendasi

Advertisements