NOTIS.CO.ID - Ketua Umum Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI), Rinto Setiyawan, mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera menindaklanjuti laporan masyarakat terkait dugaan korupsi dalam proyek pengembangan aplikasi pajak Coretax.
Menurutnya, percepatan ini sangat penting agar kasus dapat segera terungkap secara jelas dan transparan.
Laporan dugaan korupsi proyek Coretax senilai Rp1,3 triliun sebenarnya telah masuk ke KPK sejak 11 Februari 2025. Berdasarkan ketentuan yang berlaku, masa telaah laporan seharusnya rampung dalam 30 hari kerja, yang berarti pada 11 Maret 2025 KPK sudah harus memberikan respons resmi.
Namun, hingga kini, belum ada kejelasan mengenai kelanjutan kasus ini.
"Harapan IWPI secepatnya dinaikkan ke Lidik dulu agar masalah segera terungkap terang benderang, karena sesuai aturan yang berlaku kan harusnya 30 hari kerja, yaitu tanggal 11 Maret KPK sudah harus bertindak," ujar Rinto dikutip dari Inilah.com, Rabu (26/3/2025).
Dampak Serius Dugaan Korupsi Coretax
Rinto menyoroti dampak serius dari lambatnya pengusutan kasus ini. Baru-baru ini, seorang pegawai pajak meninggal dunia diduga akibat tekanan kerja terkait sistem Coretax.
Pegawai yang meninggal tersebut adalah Muhammad Nurul Azhar, yang bertugas di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bintan, Tanjung Pinang.
Ia mengalami kelelahan ekstrem saat menangani validasi pembayaran Pajak Penghasilan atas Pengalihan Hak atas Tanah dan Bangunan (PPhTB) melalui sistem Coretax.
Selain korban jiwa, tekanan psikologis juga dialami oleh banyak pegawai pajak yang bekerja dengan sistem ini.
"Mengingat kasus ini sudah menimbulkan korban jiwa dari sisi petugas pajak. Dan dari sisi wajib pajak, sudah banyak karyawan bidang pajak yang stres atau depresi karena takut sama atasannya dikira tidak bisa kerja," tegas Rinto.
Jika KPK terus menunda penyelidikan, kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perpajakan bisa semakin menurun.
"Kalau KPK sendiri sebagai penegak hukum tetapi mengabaikan hukum acara, bagaimana rakyat sebagai wajib pajak bisa percaya?" imbuhnya.
Potensi Kerugian Negara Akibat Coretax
IWPI memperkirakan bahwa potensi kerugian negara akibat proyek aplikasi Coretax bisa mencapai Rp123,6 triliun. Estimasi ini berdasarkan bukti transaksi yang ditemukan dalam sistem administrasi perpajakan Coretax.
Angka tersebut mencakup biaya proyek serta tunjangan bagi 169 pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang terlibat dalam program Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP) dengan total anggaran Rp1,676 triliun.
"Jadi Coretax ini kasusnya adalah karena ada pengadaan aplikasi, Mas, yang senilai Rp1,3 triliun lebih. Ini belum lagi ditambah dengan adanya 169 pegawai dari Kemenkeu, Mas. Itu bukti tambahan yang kami serahkan," jelas Rinto di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (19/2/2025).
Penasihat Hukum IWPI, Alessandro Rey, juga menyoroti dampak buruk peluncuran Coretax pada Januari 2025 terhadap penerimaan pajak.
Ia mengungkapkan bahwa penerbitan faktur pajak mengalami penurunan drastis, dengan hanya 20 juta faktur yang berhasil dikumpulkan sepanjang Januari 2025.
Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 60 juta faktur pajak.
Menurut Alessandro, penurunan jumlah faktur ini menyebabkan realisasi penerimaan pajak pada Januari 2025 hanya mencapai Rp50 triliun.
Angka ini anjlok dibandingkan dengan penerimaan Januari 2024 yang mencapai Rp172 triliun. "Kemudian juga berkaitan dengan penerbitan faktur.
Ini sangat krusial, karena wajib pajak tidak bisa menerbitkan faktur, otomatis tidak bisa melakukan transaksi bisnis dalam penagihan. Nah, otomatis wajib pajak ini dirugikan," terang Alessandro.
Dengan mempertimbangkan biaya proyek Coretax sebesar Rp1,6 triliun serta kehilangan penerimaan pajak hingga Rp122 triliun, IWPI menyimpulkan bahwa total potensi kerugian negara akibat proyek ini mencapai Rp123,6 triliun.
KPK diharapkan segera mengambil tindakan agar kejelasan kasus ini bisa segera terungkap dan tidak semakin merugikan negara.