NOTIS.CO.ID - Pertumbuhan Ekonomi Indonesia di kuartal I-2025 hanya mencapai 4,87 persen angka yang jauh di bawah capaian kuartal yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 5,11 persen.
Salah satu penyebab yang disorot pelaku usaha adalah gangguan pada sistem layanan pajak digital terbaru, Coretax, yang mulai diterapkan awal tahun ini.
Sistem digital senilai Rp1,3 triliun itu justru dinilai belum siap digunakan secara optimal, terutama dalam hal penerbitan Faktur Pajak yang menjadi bagian penting dari transaksi bisnis.
Penerbitan faktur pajak terganggu akibat keterbatasan Coretax
Salah satu peran utama sistem digital dalam dunia usaha adalah mendukung efisiensi administrasi perpajakan.
Namun, menurut Ajib Hamdani dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), peluncuran sistem Coretax justru memunculkan masalah baru.
Sebelum Coretax diberlakukan, pengusaha masih bisa menerbitkan hingga 60 juta faktur pajak per bulan lewat sistem e-Faktur yang telah berjalan stabil.
Namun sejak beralih ke Coretax, kapasitas sistem hanya mampu menampung sekitar 30 hingga 40 juta faktur. “Artinya setengah tagihan-tagihan itu enggak bisa dilakukan dengan baik,” ungkap Ajib, dikutip dari inilah.com, Kamis (15/5/2025).
Gangguan ini tak sekadar soal data administrasi. Terhambatnya penerbitan faktur otomatis memperlambat pembuatan invoice yang dibutuhkan pelaku usaha untuk menagih pembayaran.
Akibatnya, arus kas pun terganggu, terutama pada masa-masa awal tahun saat banyak bisnis menyusun ulang strategi keuangan.
Gangguan pada Sistem Pajak Digital berdampak pada cash flow pengusaha
Bagi dunia usaha, cash flow adalah salah satu indikator vital untuk menjaga kelangsungan operasional.
Ketika pengusaha tidak bisa mengirim invoice tepat waktu, dampaknya bisa meluas dari keterlambatan pembayaran ke supplier hingga tertundanya belanja modal.
Ajib menyebut bahwa perlambatan ekonomi pada tiga bulan pertama tahun ini tak lepas dari efek domino yang ditimbulkan oleh masalah Coretax.
“Ini yang kemudian pengusaha ketika mereka invoicing dapatnya bulan depan, bulan depan selanjutnya. Sehingga ada perlambatan cash flow dan lain-lain,” jelasnya.
Dalam konteks ekonomi makro, perlambatan arus transaksi ini membuat aktivitas bisnis secara keseluruhan ikut tersendat.
Artinya, gangguan teknis dalam sistem perpajakan digital bukan sekadar isu administratif, melainkan juga berdampak langsung pada Pertumbuhan Ekonomi nasional.
Coretax masih dalam tahap penyempurnaan meski mulai stabil
Meski sistem Coretax sempat menuai kritik, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terus melakukan pembaruan dan perbaikan sejak diluncurkan pada 1 Januari 2025.
Data terbaru menunjukkan bahwa sistem ini mulai stabil dalam mengelola jumlah Faktur Pajak secara bertahap.
Hingga 20 April 2025 pukul 00.00 WIB, Coretax telah mengadministrasikan total 198.859.058 faktur pajak untuk masa Januari hingga April.
Jumlah itu terbagi menjadi 60.344.958 faktur untuk Januari, 64.276.098 untuk Februari, 62.570.270 untuk Maret, dan 11.667.732 untuk April dengan batas waktu pembuatan faktur April masih terbuka hingga pertengahan Mei.
Sempat terjadi lonjakan latensi hingga 9,368 detik pada 15 April, namun waktu tunggu tersebut berhasil ditekan menjadi hanya 0,102 detik per 18 April.
DJP menyatakan bahwa peningkatan volume faktur menjadi salah satu faktor fluktuasi latensi tersebut.
Meski perbaikan terus dilakukan, pelaku usaha berharap agar sistem ini bisa segera berjalan stabil sepenuhnya, mengingat dampaknya yang sangat langsung terhadap aktivitas perdagangan dan Pertumbuhan Ekonomi.
Jika tidak, bukan tak mungkin gangguan teknis serupa bisa kembali terjadi di kuartal-kuartal selanjutnya dan itu akan semakin memperlambat momentum pemulihan ekonomi nasional.