Ekonomi Dunia Melambat Lagi 2025, Indonesia Wajib Waspada

Bank Dunia revisi proyeksi ekonomi global 2025 turun tajam, Indonesia perlu reformasi agar tak tertinggal
Trinita Adelia - Rabu, 11 Jun 2025 - 16:00 WIB
Ekonomi Dunia Melambat Lagi 2025, Indonesia Wajib Waspada
Ilustrasi - Pixabay @viarami
Advertisements

NOTIS.CO.ID - Proyeksi ekonomi global dari Bank Dunia menunjukkan penurunan signifikan pada 2025 dan 2026.

Ketegangan dagang dan ketidakpastian kebijakan disebut sebagai penyebab utama perlambatan ini, termasuk untuk negara berkembang seperti Indonesia.

Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Global Melambat Menjadi yang Terendah Sejak 2008

Bank Dunia kembali merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia dalam laporan Global Economic Prospects (GEP) edisi Juni 2025.

Lembaga tersebut memperkirakan bahwa Ekonomi Global hanya akan tumbuh 2,3% pada 2025 dan naik tipis ke 2,4% di 2026. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan proyeksi sebelumnya sebesar 2,7% untuk dua tahun tersebut.

Perlambatan ini bahkan lebih tajam dibandingkan capaian tahun-tahun sebelumnya, yaitu 3,3% pada 2022 dan 2,8% pada 2023 serta 2024. Jika tren ini terus berlanjut, dekade 2020-an akan mencatatkan pertumbuhan rata-rata terendah sejak tahun 1960-an.

Menurut siaran resmi Bank Dunia, kondisi ini dipicu oleh dua faktor utama. “Ketegangan perdagangan yang meningkat dan ketidakpastian kebijakan diperkirakan akan menyebabkan pertumbuhan global menurun pada tahun ini ke laju paling lambat sejak 2008, di luar saat-saat kondisi resesi global,” laporan dari siaran pers Bank Dunia, dikutip dari CNBC Indonesia Rabu (11/6/2025).

Ketegangan Global Picu Perlambatan di Negara Berkembang Termasuk Indonesia

Dampak dari krisis global ini tak hanya terasa di negara maju. Sekitar 70% negara di berbagai wilayah dan kelompok pendapatan, termasuk Indonesia, turut mengalami penurunan proyeksi ekonomi.

Bank Dunia memotong proyeksi pertumbuhan Indonesia menjadi 4,7% pada 2025 dan 4,8% pada 2026, dari sebelumnya 5,1% pada kedua tahun.

Penurunan ini memperlihatkan adanya tekanan struktural yang mulai merembet ke negara berkembang. Banyak dari negara tersebut menghadapi hambatan serius dalam menciptakan Pertumbuhan Ekonomi yang inklusif, apalagi dalam mendorong transformasi struktural dan pembangunan jangka panjang.

Negara Berkembang di Luar Asia Hadapi Zona Tanpa Pembangunan

Kepala Ekonom Grup Bank Dunia, Indermit Gill, menyoroti dampak jangka panjang dari perlambatan ini. Ia menyebut bahwa banyak negara berkembang terutama di luar Asia berada dalam posisi stagnan akibat lemahnya pertumbuhan.

“Jadi di luar Asia, dunia berkembang menjadi zona tanpa pembangunan,” ujarnya.

Menurut Gill, pertumbuhan di negara berkembang sudah menurun dari 6% pada era 2000-an menjadi 5% di dekade 2010, dan kini hanya sekitar 4% di 2020.

Tren yang sama juga terjadi pada perdagangan internasional yang kini tumbuh di bawah 3%, padahal sempat mencapai 5% pada awal abad ke-21.

Perlambatan ini diperparah oleh kenaikan utang publik ke rekor tertinggi dan menurunnya pertumbuhan investasi global. Negara-negara berkembang pun kesulitan menciptakan lapangan kerja produktif, mengentaskan kemiskinan ekstrem, dan mengejar ketertinggalan dengan negara maju.

Strategi Meredam Perlambatan dan Menjaga Momentum Ekonomi

Bank Dunia menyarankan beberapa langkah konkret agar dunia tidak terjebak dalam tren perlambatan yang berkepanjangan. Salah satunya adalah meredakan konflik perdagangan dan mengurangi ketidakpastian kebijakan.

Menurut lembaga ini, jika ketegangan dagang dapat diredam misalnya melalui pemangkasan tarif hingga setengahnya maka Pertumbuhan Ekonomi global bisa terdongkrak 0,2 poin persentase pada 2025 dan 2026.

Wakil Kepala Ekonom Bank Dunia, M. Ayhan Kose, menegaskan pentingnya strategi jangka panjang untuk menghadapi tekanan global.

Ia menyatakan, “Cara paling cerdas untuk merespons adalah dengan menggandakan upaya integrasi dengan mitra baru, melaksanakan reformasi yang mendorong pertumbuhan, dan memperkuat ketahanan fiskal untuk menghadapi badai.”

“Di tengah meningkatnya hambatan perdagangan dan ketidakpastian, dialog dan kerja sama global yang diperbarui dapat membuka jalan menuju masa depan yang lebih stabil dan sejahtera,” tegasnya.

Reformasi Internal dan Kolaborasi Global Jadi Kunci Pemulihan

Bank Dunia juga menekankan bahwa reformasi internal sangat penting bagi negara berkembang. Pemerintah diharapkan dapat memperluas kemitraan perdagangan dan investasi, khususnya dengan negara-negara yang masih terbuka terhadap integrasi ekonomi.

Diversifikasi ekspor melalui perjanjian regional juga dinilai efektif untuk mengurangi ketergantungan pada pasar tradisional.

Selain itu, mobilisasi pendapatan domestik dan alokasi belanja negara yang lebih terarah juga harus diperkuat. Fokus utama harus diarahkan ke kelompok rentan dan program pembangunan strategis yang memiliki dampak besar pada kesejahteraan rakyat.

Peningkatan iklim usaha juga tak kalah penting. Negara-negara perlu menciptakan lapangan kerja produktif dan mendukung pelatihan keterampilan agar angkatan kerja siap menghadapi tantangan ekonomi masa depan.

Sementara itu, pasar tenaga kerja perlu dibenahi agar mampu menghubungkan pencari kerja dengan perusahaan secara efisien.

Pada akhirnya, kolaborasi internasional masih menjadi fondasi utama dalam menghadapi krisis global ini. Dukungan dari lembaga multilateral, pendanaan konsesional, hingga bantuan kemanusiaan untuk negara konflik akan sangat menentukan keberhasilan pemulihan Ekonomi Global secara menyeluruh.

Advertisements
Share:
Editor: Trinita Adelia
Source:

Baca Juga

Rekomendasi

Advertisements