Kapolri Minta Maaf atas Insiden Kekerasan pada Jurnalis Saat Pantauan Lebaran

Trinita Adelia - Senin, 07 Apr 2025 - 10:00 WIB
Kapolri Minta Maaf atas Insiden Kekerasan pada Jurnalis Saat Pantauan Lebaran
Ilustrasi jurnalis - freepik @freestockcenter
Advertisements

NOTIS.CO.ID - Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, tidak bisa menyembunyikan rasa kecewanya setelah mendengar ada kekerasan fisik terhadap jurnalis saat dirinya melakukan pemantauan arus balik Lebaran 2025 di Stasiun Tawang, Semarang.

Insiden itu membuatnya geram karena bukan hanya mencoreng citra institusi, tapi juga merusak hubungan baik yang selama ini terjalin antara kepolisian dan media.

"Saya perintahkan segera untuk ditindaklanjuti peristiwanya sesuai aturan yang berlaku," ucapnya tegas di hadapan wartawan, Minggu (6/4/2025).

Kapolri geram dan pastikan insiden pemukulan jurnalis ditangani serius

Kemarahan Kapolri bukan tanpa alasan karena kejadian itu terjadi di depan publik saat dirinya menyapa penumpang kereta di tengah padatnya arus balik.

Ia langsung memberi perintah tegas kepada jajarannya untuk menelusuri siapa pelaku kekerasan tersebut dan menanganinya secara hukum tanpa pandang bulu.

Pelaku diketahui bukan ajudan pribadi Kapolri, melainkan bagian dari tim pengamanan di lapangan.

Tak hanya menindak, Kapolri juga menyampaikan penyesalan mendalam atas insiden tersebut.

Dalam pernyataannya kepada media, ia menyampaikan permintaan maaf secara pribadi karena insiden itu membuat para jurnalis merasa tidak nyaman dan merasa terintimidasi.

"Secara pribadi saya sangat menyesalkan terjadinya insiden tersebut karena selama ini hubungan kami dengan teman-teman pers sangat dekat. Saya pribadi minta maaf atas insiden yang terjadi dan membuat tidak nyaman teman-teman media," katanya.

Insiden ini menimbulkan reaksi keras dari komunitas jurnalis karena menyangkut kebebasan pers yang selama ini dijamin undang-undang.

Terlebih, kejadian tersebut terekam di tengah banyak orang dan saat sedang menjalankan tugas peliputan yang sah secara hukum.

Kronologi kekerasan terhadap jurnalis yang membuat heboh publik

Insiden bermula saat Jenderal Listyo Sigit berada di Stasiun Tawang untuk memantau kondisi arus balik dan berinteraksi langsung dengan para penumpang.

Dalam momen tersebut, jurnalis dari berbagai media berkumpul untuk mengambil gambar dan melaporkan kegiatan Kapolri.

Para pewarta, termasuk dari Kantor Berita Antara Foto, berada di jarak yang wajar dan tetap menjaga etika peliputan.

Namun situasi mulai tidak nyaman saat salah satu anggota tim pengamanan mendadak mendorong para jurnalis dan petugas humas dengan cara kasar, meminta mereka mundur tanpa alasan jelas.

Salah satu jurnalis yang menjadi korban kekerasan adalah Makna Zaezar, pewarta foto dari Antara, yang saat itu sedang berdiri di sekitar peron.

Ia dipukul di bagian kepala oleh oknum tersebut, padahal tidak sedang mengganggu jalannya kegiatan.

Tak berhenti di situ, beberapa jurnalis lain mengaku juga mendapat perlakuan kasar seperti dorongan, cekikan, bahkan ancaman secara verbal.

Salah satu kalimat kasar yang terdengar cukup jelas saat itu adalah

"Kalian pers, saya tempeleng satu-satu," yang menandakan adanya intimidasi langsung terhadap kebebasan kerja jurnalis.

Reaksi publik dan pentingnya perlindungan terhadap pekerja media

Kejadian di Stasiun Tawang langsung menyebar luas di media sosial dan jadi pembicaraan di kalangan publik serta komunitas jurnalis.

Banyak yang menilai bahwa tindakan kekerasan terhadap wartawan saat sedang menjalankan tugas adalah pelanggaran serius terhadap demokrasi.

Dalam situasi seperti ini, peran negara sangat krusial untuk memberikan jaminan perlindungan terhadap para pewarta di lapangan.

Kemarahan Kapolri menjadi sinyal penting bahwa aparat tidak boleh kebal hukum, bahkan ketika pelakunya adalah bagian dari tim pengamanan internal.

Penegakan hukum harus berlaku secara menyeluruh dan transparan agar kepercayaan masyarakat terhadap institusi tidak runtuh.

Disisi lain, dukungan terhadap jurnalis perlu ditingkatkan agar mereka merasa aman dalam bekerja, terutama di lapangan yang penuh risiko.

Advertisements
Share:
Editor: Trinita Adelia
Source:

Baca Juga

Rekomendasi

Advertisements