Mahasiswa Harvard Diusir Trump, Hong Kong Buka Pintu Lebar-lebar

Hong Kong jadi tujuan aman bagi mahasiswa internasional yang terusir dari Harvard karena kebijakan kontroversial Donald Trump.
Trinita Adelia - Minggu, 25 Mei 2025 - 17:00 WIB
Mahasiswa Harvard Diusir Trump, Hong Kong Buka Pintu Lebar-lebar
Harvard University - Instagram @harvard
Advertisements

NOTIS.CO.ID - Kebijakan keras Presiden AS Donald Trump terhadap pelajar internasional memicu gejolak di dunia pendidikan tinggi.

Mahasiswa asing di Universitas Harvard kini terancam dideportasi, menyusul larangan yang melarang universitas di AS menerima atau mempertahankan pelajar asing, termasuk mereka yang mendapat beasiswa.

Situasi ini membuka peluang bagi Hong Kong yang bergerak cepat menawarkan solusi.

Menteri Pendidikan Hong Kong, Christine Choi, menyatakan, "Bagi mahasiswa internasional yang terdampak kebijakan Amerika Serikat, Biro Pendidikan telah mengimbau semua universitas di Hong Kong untuk menyediakan langkah memfasilitasi mahasiswa yang memenuhi syarat," ujarnya dikutip dari AFP. 

Tawaran ini bukan sekadar wacana. Beberapa universitas di Hong Kong bahkan sudah melonggarkan batasan jumlah Mahasiswa Asing.

Tujuannya menarik lebih banyak pelajar internasional, termasuk mereka yang terdampak langsung oleh kebijakan pemerintah AS. 

Peluang Kuliah di Hong Kong Bagi Mahasiswa Internasional Korban Kebijakan Trump

Universitas Sains dan Teknologi Hong Kong (HKUST) menjadi salah satu institusi yang paling cepat bertindak. Pada Jumat (23/5), mereka secara resmi mengundang mahasiswa internasional dari Harvard untuk bergabung. 

Dalam pernyataan resminya, mereka menegaskan, "HKUST memperluas kesempatan ini untuk memastikan pelajar berbakat bisa mengejar tujuan pendidikan mereka tanpa gangguan."

Dukungan ini bukan hanya simbol solidaritas, melainkan juga upaya memperkuat posisi Hong Kong sebagai pusat pendidikan internasional yang terbuka dan inklusif.

Langkah HKUST juga membuka pintu lebar bagi mahasiswa dari kampus-kampus lain di Amerika Serikat yang mengalami nasib serupa.

Dengan demikian, bukan hanya Harvard yang menjadi fokus perhatian, tetapi juga seluruh pelajar asing di AS yang terancam kehilangan hak akademisnya akibat kebijakan tersebut.

Alasan Pengusiran Mahasiswa Asing dari Harvard oleh Pemerintahan Trump

Kebijakan pengusiran mahasiswa asing dari AS disampaikan langsung oleh Menteri Keamanan Dalam Negeri AS, Kristi Noem.

Ia menuding sejumlah universitas, termasuk Harvard, sebagai tempat yang “mempromosikan kekerasan, anti-semitisme, dan berkoordinasi dengan Partai Komunis China.”

Tuduhan ini dianggap tidak berdasar oleh banyak pihak, termasuk pengacara dan organisasi hak asasi manusia.

Situasi memanas ketika Harvard menolak memberikan informasi visa pelajar kepada pemerintah AS. Penolakan ini memicu ketegangan antara lembaga pendidikan dan pemerintah federal.

Berdasarkan data Reuters, pada tahun akademik 2025–2026, terdapat sekitar 6.800 mahasiswa asing di Harvard sekitar 27 persen dari total populasi mahasiswa. Dari jumlah itu, 1.300 di antaranya berasal dari China.

China sendiri merupakan penyumbang mahasiswa internasional terbesar ke Harvard sejak beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2022 misalnya, sebanyak 1.016 mahasiswa asal China tercatat aktif di kampus bergengsi tersebut.

Dengan latar belakang ini, tidak heran jika banyak pelajar Tiongkok menjadi pihak yang paling terdampak oleh kebijakan deportasi.

Gugatan Harvard dan Tanggapan Pengadilan Federal AS

Tidak tinggal diam, Harvard langsung menggugat kebijakan Trump ke pengadilan federal. Tindakan ini dilakukan demi melindungi hak pendidikan bagi para mahasiswa asing yang terdaftar di universitas mereka. Respons cepat juga datang dari sistem hukum AS.

Hakim Pengadilan Distrik Massachusetts, Allison Burroughs, mengeluarkan perintah penangguhan terhadap kebijakan pengusiran itu.

"Pemerintahan Trump dilarang melaksanakan pencabutan sertifikasi SEVP (Student and Exchange Visitor Program) milik penggugat," ucap Burroughs dalam sidang perdana.

Sidang lanjutan terkait perkara ini dijadwalkan pada 29 Mei 2025. Meski pengadilan masih berlangsung, ketidakpastian tetap menghantui masa depan akademik ribuan pelajar asing di AS.

Dalam kondisi seperti ini, tawaran dari Hong Kong terasa seperti penyelamat di tengah badai kebijakan yang tidak menentu.

Hong Kong bukan hanya menawarkan tempat aman untuk melanjutkan studi, tetapi juga peluang baru bagi pelajar internasional yang ingin melanjutkan mimpi mereka tanpa gangguan politik. 

Advertisements
Share:
Editor: Trinita Adelia
Source:

Baca Juga

Rekomendasi

Advertisements