NOTIS.CO.ID - Artificial Intelligence (AI) kini semakin gencar dimanfaatkan untuk memantau data wajib pajak di Indonesia.
Langkah ini disampaikan langsung oleh Dirjen Pajak Bimo Wijayanto usai Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI pada Selasa (15/7/2025).
Penggunaan AI tersebut menjadi salah satu upaya modernisasi pengawasan Pajak, memadukan teknologi machine learning dengan data sosial masyarakat demi mendeteksi indikasi kecurangan dan ketidakcocokan laporan.
Bimo menjelaskan bahwa penerapan AI sudah berlangsung luas di berbagai sektor.
"Di mana-mana sudah dilakukan sebenarnya," ungkap Bimo kepada awak media.
Selain itu, aktivitas masyarakat di Media Sosial juga ikut dipantau sebagai referensi tambahan dalam memvalidasi data yang dilaporkan.
Penerapan Machine Learning
"Jadi ya generally prinsipnya seperti mesin learning ya dari pattern data yang ada, SPT yang disampaikan 5-10 tahun terakhir, kita lihat patternnya seperti apa, kita lihat di sosmed activity-nya seperti apa," papar Bimo.
Melalui pendekatan ini, petugas dapat menemukan pola tertentu dari laporan Surat Pemberitahuan (SPT) yang disampaikan wajib Pajak dalam kurun waktu panjang.
Proses pemantauan ini juga melibatkan analisis aktivitas publik di Media Sosial. Data yang diperoleh dari platform digital itu kemudian dicocokkan dengan data resmi yang tersimpan dalam sistem DJP.
Jika ada ketidaksesuaian antara laporan dan kenyataan, langkah lanjutannya adalah melakukan klarifikasi.
Pemantauan Aset Wajib Pajak
Dalam penjelasannya, Bimo mengungkapkan bahwa Media Sosial bukan hanya sekadar sarana komunikasi, tetapi juga alat verifikasi aset.
Apabila ditemukan aset yang tidak tercatat dalam SPT atau LHKPN, maka indikasi ketidakpatuhan dapat terlihat dengan jelas. Pemantauan seperti ini sudah berlangsung sejak lama, bukan sekadar kebijakan baru.
"Kalau sosmed ya memang itu kan informasi juga Informasi untuk melihat diskrepansi, misalnya siapa tahu ada aset yang belum dilaporkan, yang beda sama SPT, beda sama LHKPN, Tapi itu udah sejak lama kalau kita lakukan," ujarnya.
Sistem yang digunakan Djp bahkan melibatkan teknologi crawling untuk mengidentifikasi konten yang diunggah pengguna.
Data tersebut kemudian dibandingkan dengan catatan resmi yang ada di sistem perpajakan.
Proses ini membantu memastikan bahwa setiap informasi mengenai aset dapat dipantau secara optimal.
Penerapan Sistem Crawling
Menurut keterangan lanjutan, proses crawling dilakukan dengan memanfaatkan mesin pencarian untuk menyisir konten digital yang berhubungan dengan aktivitas wajib Pajak.
Data yang berhasil ditemukan kemudian dianalisis dan dibandingkan dengan informasi yang tersedia di sistem resmi. Jika terdeteksi perbedaan, petugas akan menindaklanjuti melalui langkah persuasif hingga pemberian peringatan.
"Jadi kalau suka pamer mobilnya di medsos, pasti diamati teman-teman Pajak. Nah itu model crawling segala macam juga kita lakukan pengawasan," ucap Yoga.
Pengawasan digital seperti ini juga sejalan dengan transformasi layanan Pajak yang makin mengandalkan teknologi. Dengan AI dan machine learning, proses analisis data menjadi lebih cepat, akurat, dan menyeluruh.
Penguatan Analisis Data dan Media Sosial
Pemanfaatan media sosial dan analisis data juga ditegaskan kembali oleh Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu.
Ia menyebut bahwa langkah tersebut akan lebih diperdalam dalam perencanaan tahun anggaran berikutnya, terutama sepanjang tahun 2026.
"Penggalian potensi itu melalui data analytic maupun Media Sosial," kata Anggito.
Pernyataan tersebut sekaligus menjadi sinyal bahwa strategi pemanfaatan AI dan Media Sosial akan tetap menjadi fokus utama.
Dengan kombinasi dua elemen itu, potensi penerimaan negara dari sektor Pajak diharapkan dapat terus meningkat.