NOTIS.CO.ID - Ekonomi Amerika Serikat secara mengejutkan mengalami penurunan dalam tiga bulan pertama tahun ini.
Dipicu oleh kenaikan besar impor yang terjadi menjelang pemberlakuan tarif baru oleh Trump.
Para pelaku bisnis dan konsumen terlihat terburu-buru mengamankan barang-barang luar negeri sebelum biaya masuk dinaikkan, menciptakan ledakan impor yang tak terduga. Imbasnya, kinerja ekonomi rontok.
Banyak perusahaan buru-buru mengisi stok untuk menghindari beban biaya tambahan, namun strategi itu justru menjadi bumerang bagi ekonomi secara keseluruhan.
Ketergantungan mendadak pada impor membuat neraca perdagangan memburuk, memperparah tekanan terhadap produk domestik bruto (PDB) kuartal pertama.
Tiga indeks utama Wall Street langsung menurun begitu data ekonomi itu dirilis.
Nasdaq sempat anjlok lebih dari dua persen, sementara harga minyak mentah juga ikut melorot, mencerminkan kegelisahan investor terhadap arah kebijakan Ekonomi As ke depan.
Trump Klaim Penurunan Ekonomi Akibat Warisan Biden
Dalam pertemuan kabinet yang digelar di Washington, Presiden Donald Trump langsung melontarkan pernyataan mengenai kondisi ekonomi yang melemah.
Ia tidak menganggap ini sebagai hasil dari kebijakannya, melainkan menuding pendahulunya.
"Itu Biden, itu bukan Trump," katanya, mengutip AFP.
Meski ada Kontraksi Ekonomi, Trump tetap menyoroti sisi positifnya.
Ia mengklaim bahwa investasi domestik bruto meningkat tajam sebesar 22 persen selama kuartal pertama.
Namun faktanya, selama masa jabatan Joe Biden, Ekonomi As terus tumbuh di atas dua persen per tahun, bahkan mencapai 2,8 persen pada 2024.
Dibandingkan dengan itu, penurunan 0,3 persen dalam kuartal pertama 2025 jadi catatan merah.
Apalagi estimasi konsensus pasar sebelumnya memperkirakan ekonomi tetap tumbuh 0,4 persen, sehingga kontraksi ini sangat mengejutkan.
Gedung Putih dan Demokrat Salahkan Efek Tarif Trump
Kontraksi ini adalah yang pertama sejak 2022, dan Departemen Perdagangan AS menyebut penyebab utamanya berasal dari lonjakan impor, diikuti oleh penurunan belanja konsumen dan pengeluaran pemerintah.
Dalam sebuah pernyataan, mereka menegaskan bahwa beban perdagangan menjadi faktor dominan yang menekan pertumbuhan ekonomi.
Pihak Gedung Putih juga tak tinggal diam. Sekretaris Pers Karoline Leavitt mengatakan, "Tidak mengherankan bahwa sisa-sisa bencana ekonomi Biden telah menjadi penghambat pertumbuhan ekonomi," sambil menunjukkan momentum positif dari kebijakan Trump.
"Namun, angka-angka yang mendasarinya menceritakan kisah nyata tentang momentum kuat yang diberikan Presiden Trump."
Data ini dirilis bertepatan dengan hari ke-101 masa jabatan kedua Trump, bersamaan dengan laporan terbaru tentang perlambatan inflasi.
Namun di sisi lain, rencana Trump untuk mengenakan tarif besar-besaran terhadap mitra dagang utama langsung memicu kekacauan di pasar.
Aksi jual di pasar keuangan meningkat tajam.
Volatilitas kembali ke level tertinggi sejak masa awal pandemi COVID-19, akibat kepanikan investor yang takut terhadap efek lanjutan dari kebijakan tarif.
Senator Demokrat Chuck Schumer ikut angkat bicara dan mengkritik keras Trump.
"Angka PDB hari ini menunjukkan Donald Trump menjalankan Amerika dengan cara yang sama seperti dia menjalankan bisnisnya, langsung ke dasar," kata Schumer dalam pernyataan resminya.
Ia juga menambahkan, "Penurunan PDB ini merupakan peringatan keras bagi semua orang bahwa Donald Trump dan eksperimen MAGA yang gagal dari Kongres AS membunuh ekonomi kita"
Meski Trump terus menekankan investasi dan momentum, kenyataan kontraksi tak bisa disembunyikan, terutama jika pasar terus bereaksi negatif terhadap kebijakan proteksionis yang diusungnya.