Emas Pecah Rekor Sejarah Tembus US$ 3.200 di Tengah Ketegangan Dagang AS China

Trinita Adelia - Sabtu, 12 Apr 2025 - 16:00 WIB
Emas Pecah Rekor Sejarah Tembus US$ 3.200 di Tengah Ketegangan Dagang AS China
Ilustrasi emas - freepik @wirestock
Advertisements

NOTIS.CO.ID - Ketika dunia makin tak pasti, para investor langsung lari ke tempat paling aman, emas.

Dan tak main-main, harga logam mulia ini sukses tembus level US$ 3.200 per troy ons, rekor tertinggi dalam sejarah.

Lonjakan ini tak hanya bikin pasar heboh, tetapi juga jadi sinyal kuat betapa ngerinya kondisi ekonomi global sekarang.

Di perdagangan Jumat (11/4/2025), data dari Refinitiv menunjukan Harga Emas sempat melesat sampai US$ 3.245,28 sebelum akhirnya ditutup di US$ 3.210,02 per troy ons.

Kenaikannya dalam sehari 1,13%, tapi dalam empat hari terakhir udah ngebut 7,62%.

Harga emas naik akibat kekhawatiran resesi dan dampak Perang Dagang Trump

Ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan China makin nggak bisa dianggap angin lalu.

Serangan balik tarif dari kedua belah pihak bikin kekacauan baru dalam dunia bisnis global. China yang sebelumnya agak sabar, kini menaikkan tarif impor dari AS jadi 125%, sementara AS udah lebih dulu pasang tarif 145%.

"Emas jelas dilihat sebagai aset lindung nilai favorit dalam dunia yang terguncang akibat perang dagang Trump. Dolar AS terdepresiasi, dan surat utang pemerintah AS dijual besar-besaran karena kepercayaan terhadap AS sebagai mitra dagang yang andal telah menurun," jelas Nitesh Shah, ahli strategi komoditas di WisdomTree, kepada Reuters.

Harga emas yang semakin mahal ini juga dipicu Dolar AS yang anjlok ke titik 100,14—terendah sejak Juli 2023.

Buat pembeli dari luar negeri, kondisi ini bikin emas terasa lebih murah, apalagi kalau dibeli pakai mata uang lain.

Wajar apabila permintaan logam mulia ini semakin tinggi, karena bisa jadi pelindung kekayaan di tengah gempuran ekonomi global yang goyang.

Faktor teknikal dan fundamental yang mendorong lonjakan Harga Emas global

Kenaikan emas ini tak terjadi karena satu hal saja.

Ada banyak elemen yang bikin reli harga semakin melonjak.

Pertama, pembelian besar-besaran oleh bank sentral di berbagai negara jadi pemicu awal.

Mereka ingin lindungi cadangan devisa mereka dengan instrumen yang tahan banting.

Kedua, pasar mulai yakin The Federal Reserve bakal nurunin suku bunga dalam waktu dekat.

Data terakhir menunjukan kalau Indeks Harga Produsen (PPI) AS turun 0,4% di bulan Maret, bikin tekanan inflasi untuk sementara sedikit longgar.

Trader logam mulia Tai Wong mengatakan, "Koreksi kecil Harga Emas mungkin terjadi, tapi arah ke depan tetap naik, karena data inflasi dan PPI memberi ruang bagi The Fed untuk memangkas suku bunga, yang akan terus menekan dolar." 

Selain itu, aliran dana yang mengalir deras ke ETF berbasis emas juga memperkuat tren penguatan.

Banyak investor institusi yang merasa lebih aman untuk menaruh uang mereka di instrumen ini dibanding harus berjudi di pasar saham yang tak jelas arahnya. 

Potensi koreksi dan tantangan ke depan bagi pasar logam mulia

Meski situasinya sekarang sepertinya mendukung penguatan emas, beberapa analis tetap mengingatkan untuk tidak terlalu euforia.

UBS misalnya, menilai bahwa kalau ketegangan geopolitik mereda atau hubungan dagang antara negara besar mulai membaik, maka dorongan untuk emas bisa menurun drastis.

Apalagi kalau perekonomian Amerika mulai menunjukkan tanda-tanda pemulihan yang kuat, investor bisa saja balik arah dan mulai lepas posisi emas mereka.

Faktor lain yang juga bisa jadi penghambat yaitu jika The Fed ternyata menunda pemangkasan suku bunga karena tekanan inflasi kembali lagi dalam jangka pendek.

Meski saat ini pasar yakin bakal ada penurunan total 90 basis poin sampai akhir 2025, semuanya tetap tergantung data ekonomi ke depan.

Dan yang perlu diingat, koreksi kecil itu selalu mungkin terjadi, apalagi setelah reli panjang seperti sekarang.

Tetapi selagi konflik dagang masih panas dan resesi semakin di depan mata, emas tetap menjadi pilihan nomor satu untuk melindungi nilai kekayaan.

Advertisements
Share:
Editor: Trinita Adelia
Source:

Baca Juga

Rekomendasi

Advertisements