Harga Tembaga Meroket Usai Tarif Impor AS Diumumkan Trump

Harga tembaga global melonjak akibat tarif impor baru AS, memicu krisis pasokan dan potensi inflasi industri dalam negeri.
Trinita Adelia - Kamis, 10 Jul 2025 - 16:10 WIB
Harga Tembaga Meroket Usai Tarif Impor AS Diumumkan Trump
Donald Trump - Instagram @realdonaldtrump
Advertisements

NOTIS.CO.ID - Lonjakan harga tembaga mencapai rekor tertinggi sepanjang masa pada hari Selasa setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan kebijakan Tarif Impor sebesar 50% terhadap logam tersebut.

Langkah ini langsung mengguncang pasar, dengan kontrak berjangka tembaga melonjak 13% dalam satu hari, kenaikan harian tertinggi sejak 1968 menurut data Dow Jones Market.

Di tengah tekanan ini, para pelaku industri mulai bertanya-tanya, bagaimana dampaknya terhadap perekonomian AS dan sektor global yang bergantung pada komoditas ini.

Tarif Impor Baru Bisa Memicu Kenaikan Biaya Produksi di AS

Langkah pemerintah AS yang mengenakan tarif baru mulai 1 Agustus memperpanjang daftar logam yang sebelumnya sudah dikenakan bea masuk seperti aluminium dan baja.

Menteri Perdagangan AS, Howard Lutnick, menyampaikan bahwa kebijakan ini akan diberlakukan secepat mungkin. Tujuannya adalah mendorong ketahanan pasokan dalam negeri.

Namun di sisi lain, langkah ini dikhawatirkan bisa membebani sektor industri yang menggunakan Tembaga sebagai bahan baku utama.

Dengan biaya impor yang lebih mahal, perusahaan-perusahaan manufaktur, konstruksi, dan energi terbarukan di AS kemungkinan besar akan menghadapi peningkatan biaya operasional yang cukup signifikan.

Tembaga Jadi Kunci Penting dalam Revolusi Teknologi dan Energi

Dalam ekosistem industri global, tembaga punya peran sangat krusial. Logam ini digunakan dalam berbagai sektor, mulai dari otomotif, perangkat elektronik, hingga proyek konstruksi dan infrastruktur.

Kabel listrik, pipa air, komponen ponsel, hingga chip komputer semuanya membutuhkan Tembaga sebagai konduktor utama.

Selama beberapa dekade terakhir, permintaan Tembaga terus meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi Tiongkok dan percepatan adopsi energi bersih seperti tenaga surya dan angin.

Belakangan, pembangunan masif pusat data juga ikut mendorong konsumsi logam merah ini di berbagai belahan dunia.

Latar Belakang AS Memberlakukan Tarif Tinggi pada Komoditas Tembaga

Dalam beberapa bulan terakhir, Departemen Perdagangan AS melakukan investigasi terhadap potensi ancaman pasokan tembaga nasional melalui Pasal 232 Undang-Undang Perluasan Perdagangan 1962.

Undang-undang ini memungkinkan pemberlakuan tarif untuk produk-produk yang dianggap vital bagi keamanan nasional.

Meski AS memiliki cadangan Tembaga yang mencukupi, kapasitas peleburan dan pemurnian dalam negeri dinilai tertinggal dibanding negara lain.

“Kapasitas peleburan dan pemurnian AS tertinggal jauh di belakang pesaing global,” ujar Gedung Putih pada Februari lalu. 

Upaya serupa sebelumnya juga dilakukan oleh Presiden Joe Biden, yang berfokus pada peningkatan kegiatan pertambangan dan pengolahan logam di wilayah AS sebagai bagian dari strategi industrialisasi lokal.

Dominasi Tiongkok dalam Rantai Pasok Global Tembaga

Meski AS mengimpor sebagian besar tembaganya dari Chile dan Kanada, Tiongkok saat ini menjadi pemain kunci dalam rantai pasok global.

Berdasarkan data dari Wood Mackenzie, Tiongkok telah menginvestasikan hampir setengah dari US$55 miliar untuk tambang Tembaga baru secara global antara 2019 hingga 2024.

Selain itu, Tiongkok juga berkontribusi terhadap 75% pertumbuhan kapasitas peleburan Tembaga di seluruh dunia sejak tahun 2000. Dominasi ini semakin memperkuat posisi Beijing sebagai pengendali utama pasokan logam strategis di pasar global.

Sambil menunggu implementasi tarif, banyak pelaku industri AS berlomba menimbun stok Tembaga melalui jalur laut. Imbasnya, permintaan meningkat tajam dan mendorong harga di pasar domestik melonjak jauh dibandingkan harga internasional.

Pada Selasa kemarin, harga berjangka Tembaga di AS tercatat naik 23% dibandingkan tahun lalu dan mencapai US$5,64 per pon. Sementara itu, harga di London pusat perdagangan komoditas global berada di kisaran US$4,44 per pon. 

Ancaman Inflasi dan Dampak bagi Ekonomi As

Tembaga kerap disebut sebagai “barometer ekonomi” karena fluktuasi harganya sering kali mencerminkan kondisi pertumbuhan industri. Namun saat ini, lonjakan harga yang dipicu oleh kebijakan tarif justru menimbulkan kekhawatiran baru akan risiko inflasi.

Jika harga Tembaga terus melonjak, biaya produksi barang-barang yang mengandalkan logam ini juga akan meningkat.

Hal ini bisa memengaruhi margin keuntungan perusahaan dan memicu tekanan harga di tingkat konsumen, sesuatu yang sedang coba dikendalikan oleh Federal Reserve dengan target inflasi 2%.

Meski begitu, kondisi ini bisa menjadi keuntungan besar bagi perusahaan pertambangan domestik. Saham-saham perusahaan seperti Freeport-McMoRan, misalnya, telah naik hingga 22% sepanjang tahun ini.

Kenaikan harga komoditas memberikan dorongan positif bagi sektor pertambangan yang selama ini berperan penting dalam ekspor dan pertumbuhan ekonomi lokal.

Advertisements
Share:
Editor: Trinita Adelia
Source:

Baca Juga

Rekomendasi

Advertisements