NOTIS.CO.ID - Tarif Impor sebesar 245% yang diberlakukan Presiden AS Donald Trump terhadap barang-barang asal China ternyata bukan jadi penghalang total bagi eksportir di Negeri Tirai Bambu.
Di balik layar, media sosial di China justru ramai dengan aktivitas broker logistik yang menawarkan solusi “cuci asal barang” supaya bisa lolos dari bea masuk gila-gilaan itu.
Cara ini bukan cuma curang, tapi juga mulai membuat citra negara transit seperti Malaysia jadi taruhannya.
Sejak aturan tarif itu naik drastis, pialang Ekspor makin aktif promosi lewat platform digital, menawarkan jasa pengiriman lewat negara ketiga.
Biasanya Malaysia agar produk China terlihat seolah-olah berasal dari Asia Tenggara, inilah yang disebut dengan skema "pencucian di tempat asal".
Mengutip Newsweek dan laporan lain seperti Financial Times, muncul iklan terang-terangan dari akun seperti "Ruby-Third Country Transshipment" yang menuliskan "AS telah mengenakan tarif atas produk-produk China ? Transit melalui Malaysia untuk 'berubah' menjadi barang-barang Asia Tenggara!".
Strategi ini bekerja karena barang-barang yang dikirim dari Malaysia hanya dikenakan tarif 24%, atau tarif dasar 10% selama masa tenggang 90 hari yang diberlakukan Trump.
Malaysia ikut terseret dalam Perang Dagang China dan AS
Bagi Malaysia, tren transhipment ini jadi masalah yang semakin kompleks.
Negara Asia Tenggara tersebut memang selama ini dikenal sebagai titik transit perdagangan internasional.
Tapi ketika skema penyelundupan asal barang makin gencar, reputasi mereka sebagai mitra dagang jujur mulai dipertanyakan.
Berbagai asosiasi perdagangan di kawasan mendesak pemerintah Malaysia untuk turun tangan dan memperketat pengawasan atas klaim asal barang.
Wakil Menteri Perkebunan dan Komoditas Malaysia, Chan Foong Hin, bahkan menegaskan langkah konkret telah dilakukan.
Ia meminta pelaku usaha untuk tidak terlibat dalam praktik mencurigakan tersebut, sekaligus memastikan bahwa pengiriman Ekspor khususnya dari sektor sarung tangan karet hanya boleh berasal dari produksi lokal.
“Segera setelah ini, setiap eksportir sarung tangan yang disertifikasi oleh Biro Karet hanya akan diizinkan mengekspor sarung tangan karet produksi lokal,” jelas laporan Malay Mail.
Dampak Perang Dagang Trump masih terus terasa hingga kini
Perang dagang AS-China yang dimulai di masa jabatan pertama Donald Trump tampaknya belum berakhir.
Tarif tinggi, saling balas pajak, dan penyelidikan atas praktik dagang tidak adil masih menghantui hubungan dua negara tersebut.
Salah satu efek nyatanya adalah praktik transhipment seperti ini, yang makin sering terjadi di tengah upaya China untuk mempertahankan ekspor mereka.
Trump menuding China melakukan praktik tidak adil dan mendorong tarif sebagai bentuk tekanan ekonomi.
AS bahkan sempat memasukkan pulau-pulau tak berpenghuni dalam daftar kenaikan tarif di awal April, yang membuat tensi geopolitik meningkat.
Sementara itu, China membalas dengan tarif 125% terhadap banyak produk AS.