NOTIS.CO.ID - Dalam lima tahun ke depan, Suhu Bumi diprediksi berpeluang besar mencetak rekor terpanas sepanjang sejarah.
Menurut laporan terbaru dari Organisasi Meteorologi Dunia (WMO), ada kemungkinan hingga 80% bahwa setidaknya satu tahun antara 2025 hingga 2029 akan menjadi tahun dengan suhu tertinggi yang pernah tercatat.
Pemanasan ini tak hanya menimbulkan kekhawatiran, tetapi juga memperbesar potensi terjadinya kekeringan ekstrem, banjir besar, dan kebakaran hutan yang semakin meluas.
Yang mengejutkan, para ilmuwan kini membuka kemungkinan bahwa suhu global dapat meningkat hingga 2°C di atas tingkat pra-industri sebelum tahun 2030.
Peringatan tersebut disampaikan oleh Adam Scaife dari Met Office Inggris. Dalam kutipan yang dilansir oleh Guardian, ia mengungkapkan, “Itu benar-benar mengejutkan.”
“Kemungkinannya memang masih kecil, sekitar 1%, tapi sebelumnya hal ini dianggap mustahil dalam jangka lima tahun,” tambah Scaife.
Peluang Suhu Bumi melewati ambang 1,5°C makin besar
WMO memperbarui proyeksinya mengenai peluang Bumi untuk melewati ambang batas pemanasan 1,5°C. Pada periode 2025–2029, kemungkinan ini melonjak menjadi 86%, meningkat drastis dibandingkan dengan estimasi tahun 2020 yang hanya 40%.
Artinya, dalam waktu dekat, dunia bisa mengalami kondisi iklim ekstrem yang sebelumnya dianggap mustahil.
BACA JUGA: Eza Gionino Digugat Cerai Oleh Istri
Tahun 2024 bahkan menjadi penanda sejarah baru. Untuk pertama kalinya dalam catatan tahunan, suhu global melampaui batas 1,5°C. Ini merupakan pencapaian yang mencemaskan mengingat angka tersebut sebelumnya diperkirakan tak akan tercapai sebelum satu dekade mendatang. Tak heran, tahun 2024 pun resmi dinobatkan sebagai tahun terpanas dalam 175 tahun terakhir.
Dengan laju pemanasan seperti ini, target utama Perjanjian Paris—yakni menjaga suhu rata-rata global tetap di bawah 1,5°C dalam jangka panjang—terancam gagal tercapai.
Dampak Perubahan Iklim tidak merata di seluruh dunia
Laporan WMO menggarisbawahi bahwa pemanasan global tidak terjadi secara merata. Beberapa wilayah mengalami dampak lebih parah dibandingkan yang lain.
Suhu musim dingin di kawasan Kutub Utara, misalnya, diperkirakan meningkat 3,5 kali lebih cepat dibandingkan rata-rata global. Ini mempercepat mencairnya es dan mengganggu keseimbangan ekosistem di sana.
Sementara itu, kawasan hutan hujan Amazon menghadapi risiko kekeringan yang lebih sering terjadi. Di sisi lain, curah hujan diperkirakan meningkat di beberapa wilayah seperti Asia Selatan, wilayah Sahel di Afrika, dan Eropa Utara, termasuk Inggris.
Variasi dampak ini menunjukkan bahwa adaptasi iklim membutuhkan pendekatan yang disesuaikan dengan kondisi geografis masing-masing wilayah.
Masih ada peluang untuk menghindari bencana iklim
Meski prediksi cuaca dan suhu global menunjukkan tren yang mengkhawatirkan, harapan belum sepenuhnya sirna. Ilmuwan dari WMO, Chris Hewitt, menekankan bahwa tindakan nyata masih bisa dilakukan.
Ia menyampaikan bahwa pengurangan emisi bahan bakar fosil secara drastis menjadi kunci utama untuk mengendalikan krisis ini.
“Gambaran untuk gelombang panas dan kesehatan manusia memang mengkhawatirkan. Tapi 1,5°C belum sepenuhnya tak terhindarkan. Kita masih bisa bertindak,” ujar Hewitt.
Laporan WMO ini disusun berdasarkan hasil simulasi iklim jangka menengah dari 15 lembaga terkemuka dunia, seperti Met Office Inggris, Barcelona Supercomputing Centre, dan Canadian Centre for Climate Modelling.
Dengan dasar ilmiah yang kuat, laporan ini menjadi pengingat bahwa Krisis Iklim adalah kenyataan yang harus segera dihadapi bersama.