NOTIS.CO.ID- Menjaga Nilai Tukar rupiah memang bukan perkara gampang, apalagi saat tekanan global terus datang silih berganti.
Salah satu langkah yang diambil Bank Indonesia (BI) adalah menggunakan cadangan devisa atau cadev.
Tapi justru di sinilah muncul kekhawatiran baru. Menurut peneliti dari Pusat Makroekonomi dan Keuangan INDEF, Abdul Manap Pulungan, langkah ini malah bikin Cadangan Devisa jebol cukup dalam.
“Penurunan cadangan devisa ini cukup berpengaruh signifikan terhadap kemampuan Bank Indonesia untuk mengintervensi ketika terjadi tekanan terhadap Nilai Tukar. Karena cadangan devisa yang sedikit itu, bermakna BI tidak leluasa dalam mengintervensi ketika rupiah mengalami depresiasi,” ungkap Abdul Manap dikutip dari Inilah.com, Selasa (13/5/2025).
Kalau melihat lebih dalam, penyebab menipisnya cadev ini bukan cuma karena intervensi pasar valas saja.
Ada juga faktor lain seperti pembayaran bunga utang pemerintah dan kewajiban impor sektor industri.
Ditambah lagi, ternyata kalkulasi BI belum sepenuhnya memasukkan komponen kebutuhan pembayaran swasta dalam perhitungan devisa nasional.
“Dalam hal perhitungan cadev, ketersediaannya belum mempertimbangkan atau belum mengkalkulasi kebutuhan pembayaran swasta. Sehingga inilah yang menjadi salah satu konsensi rupiah itu cenderung depresiasi karena Cadangan Devisa yang lebih rendah,” kata Abdul Manap lagi.
Dampak menurunnya cadangan devisa terhadap Nilai Tukar dan ekonomi nasional
Saat cadangan devisa makin tipis, otomatis kemampuan BI buat menjaga kestabilan rupiah jadi berkurang. Ini mirip seperti punya tameng, tapi lapisannya makin tipis.
Kalau tekanan ekonomi datang dari luar, seperti fluktuasi dolar AS atau lonjakan harga minyak, ruang intervensi jadi terbatas.
Bisa dibayangkan, saat arus modal keluar dari pasar domestik, BI biasanya bakal menyuntik dolar ke pasar buat menahan laju pelemahan rupiah.
Tapi kalau devisa makin terkikis, pilihan itu jadi makin terbatas. Situasi ini bikin ekspektasi pelaku pasar jadi negatif dan rupiah makin rawan terpeleset.
Kondisi ini juga berisiko memicu tekanan lanjutan ke sektor-sektor lain.
Upaya jangka pendek dan jangka panjang stabilkan Cadangan Devisa
Abdul Manap menekankan pentingnya langkah strategis yang bisa menahan laju susutnya cadev.
Salah satunya, memastikan devisa hasil ekspor benar-benar masuk ke dalam negeri.
“Juga memacu peningkatan investasi asing langsung (Foreign Direct Investment/FDI),” tegasnya.
Di sisi lain, insentif bagi eksportir agar tidak parkir duitnya di luar negeri juga perlu diperkuat. Tanpa strategi menyeluruh, Cadangan Devisa bisa terus terkuras dan Indonesia jadi lebih rentan terhadap guncangan eksternal.
Langkah lainnya yang bisa jadi pertimbangan adalah memperkuat struktur ekonomi dalam negeri agar tidak terlalu bergantung pada impor dan utang luar negeri.
Fakta penurunan cadev yang bikin kaget banyak pihak
Per April 2025, posisi Cadangan Devisa masih di angka US$136,2 miliar. Tapi hanya dalam sebulan, tepatnya di Mei 2025, turun drastis sebesar US$4,6 miliar menjadi US$131,6 miliar.
Kalau dihitung dengan kurs Rp16.500 per dolar AS, berarti ada sekitar Rp75 triliun yang ‘menguap’. Jumlah itu bahkan lebih besar dari anggaran awal program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dipatok Rp71 triliun.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, menjelaskan penurunan tersebut dipakai untuk membayar utang luar negeri pemerintah dan menjaga stabilitas rupiah.
“Setara dengan pembiayaan 6,4 bulan impor atau 6,2 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah,” jelas Ramdan, Kamis (8/5/2025).