NOTIS.CO.ID - Dua pejabat Bank Indonesia (BI) baru-baru ini ditunjuk sebagai komisaris di bank BUMN.
Ada banyak spekulasi terkait keputusan ini, terutama menyangkut kepentingan tertentu yang mungkin sedang dimainkan.
Penunjukan tersebut menimbulkan tanda tanya besar, apakah ini bagian dari strategi ekonomi atau justru ada dampak tersembunyi yang bisa memicu risiko dalam sektor keuangan nasional.
Indikasi Keterkaitan dengan Pengalihan Saham Bank BUMN
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, mengungkapkan bahwa masuknya Pejabat BI ke jajaran komisaris bank Himbara kemungkinan berkaitan dengan rencana pengalihan saham bank BUMN ke Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara).
Ini bukan sekadar mutasi jabatan biasa, melainkan memiliki konsekuensi yang cukup serius.
"Masuknya aset-aset milik bank BUMN ke tangan BPI Danantara, setidaknya memicu kekhawatiran risiko sistemik. Jika Danantara gagal bayar, dampaknya uang nasabah bank BUMN pastilah terseret," ungkap Bhima, Jakarta, Kamis (27/3/2025).
Jika aset bank BUMN dialihkan ke BPI Danantara, ada potensi risiko sistemik yang bisa terjadi.
Salah satu kekhawatiran yang muncul adalah kemungkinan gagal bayar yang dapat berdampak pada dana nasabah di bank BUMN.
Dalam situasi seperti ini, stabilitas perbankan bisa terganggu dan kepercayaan masyarakat terhadap bank pelat merah bisa menurun drastis.
Tidak heran jika banyak pihak mulai mempertanyakan motif di balik penunjukan dua Pejabat BI ini.
Kaitan dengan Pembiayaan 3 Juta Rumah
Selain isu pengalihan saham, Bhima juga menduga bahwa keputusan ini terkait dengan rencana pembiayaan tiga juta rumah.
Namun, langkah yang diambil dengan menempatkan Pejabat BI sebagai komisaris bukanlah solusi yang tepat.
Jika tujuan utamanya adalah mendorong pembangunan rumah, seharusnya BI lebih fokus pada kebijakan moneter yang bisa meringankan beban masyarakat dalam mengakses Kredit Pemilikan Rumah (KPR).
"Yang perlu dilakukan BI adalah menurunkan suku bunga acuan 50 bps, agar suku bunga KPR makin terjangkau debitur rumah," kata Bhima.
"Salah kaprah yang membuat BI melego independensinya. Ini mirip orde baru di mana BI di bawah ranah eksekutif," tambahnya.
Salah satu cara yang lebih efektif adalah dengan menurunkan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin (bps).
Dengan begitu, bunga KPR bisa lebih terjangkau bagi masyarakat yang ingin memiliki rumah.
Sayangnya, keputusan yang diambil malah memperlihatkan kecenderungan BI untuk melepas independensinya dan terkesan mengikuti pola kebijakan era Orde Baru, di mana BI berada di bawah kendali eksekutif.
Kondisi ini tentu saja memicu berbagai perdebatan di kalangan ekonom dan pelaku industri keuangan.
Dua Pejabat BI yang Ditunjuk Sebagai Komisaris
Dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) bank BUMN yang digelar pekan ini, dua nama pejabat BI muncul sebagai komisaris baru.
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI, Edi Susianto, ditunjuk sebagai Komisaris Independen di BRI.
Sementara itu, Kepala Departemen Pengembangan Pasar Keuangan BI, Donny Hutabarat, ditetapkan sebagai Komisaris di BNI.
Kedua penunjukan ini tentu saja memancing perhatian banyak pihak.
Langkah ini semakin menarik perhatian karena sebelumnya BI tidak memiliki keterlibatan langsung dalam pengelolaan bank BUMN.
Publik pun mulai mempertanyakan seberapa besar pengaruh yang akan mereka berikan di dalam jajaran komisaris dan apakah keputusan ini benar-benar berorientasi pada kepentingan ekonomi nasional atau ada agenda lain yang lebih tersembunyi.
Respons BI Terhadap Penunjukan Ini
Menanggapi berbagai spekulasi yang muncul, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, mengatakan bahwa BI akan memberikan penjelasan resmi terkait keputusan ini.
"Kita lihat prosesnya masih terus berlangsung ya, jadi untuk itu belum ada komen dulu," kata Denny di Jakarta, Rabu (27/3/2025).
Denny juga menegaskan bahwa BI sebagai otoritas moneter akan mematuhi seluruh peraturan yang berlaku terkait pengisian jabatan komisaris di BUMN.
"Artinya BI tetap akan memenuhi semua ketentuan yang ada, tapi untuk resminya belum," tegas Denny.
Jika aturan mengharuskan mereka mundur dari jabatan saat ini, maka hal tersebut akan dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku.
Meskipun demikian, pernyataan ini belum memberikan jawaban yang benar-benar memuaskan bagi publik yang ingin mengetahui alasan sesungguhnya di balik keputusan ini.