NOTIS.CO.ID - Kecerdasan buatan atau AI kini bukan sekadar alat bantu, tapi juga berpotensi menggantikan tenaga kerja manusia dan risikonya lebih tinggi terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh perempuan.
Hal ini terungkap dalam studi terbaru dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), yang menyoroti adanya ketimpangan dampak AI antara profesi laki-laki dan perempuan.
Laporan tersebut dirilis oleh Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) dan Institut Riset Nasional Kementerian Urusan Digital (NASK) di Polandia.
Temuannya cukup mencengangkan hampir 10% pekerjaan yang didominasi oleh perempuan di negara-negara berpendapatan tinggi berisiko tergantikan AI, sementara angka ini hanya sekitar 3,5% pada pekerjaan laki-laki.
Ketimpangan ini mengungkap tantangan serius dalam dunia kerja modern, terutama bagi Perempuan yang bekerja di sektor administratif dan digital.
Secara khusus, ketimpangan paling besar terjadi di negara-negara maju, di mana 41% pekerjaan perempuan terpapar AI, sedangkan pada pekerjaan laki-laki hanya 28%.
Ini menjadi peringatan keras tentang bagaimana kemajuan teknologi bisa memperlebar jurang ketidaksetaraan jika tidak diantisipasi dengan kebijakan yang tepat.
Profesi Administrasi Jadi Sasaran Utama Otomatisasi AI
Untuk mendapatkan data tersebut, para peneliti mensurvei 1.640 orang dari berbagai profesi di Polandia. Hasilnya kemudian dipadukan dengan data pekerjaan nasional guna mengukur tingkat potensi otomatisasi dari lebih dari 2.500 profesi dan 29.000 tugas kerja.
Temuan utama dari studi ini adalah bahwa pekerjaan di bidang administrasi menjadi yang paling rentan tergantikan AI.
Pekerjaan seperti petugas admin, operator pengolah kata, akuntan, dan staf pembukuan dianggap memiliki banyak tugas yang bisa diotomatisasi misalnya mencatat hasil rapat atau menjadwalkan pertemuan.
Selain itu, profesi yang bersinggungan dengan teknologi dan informasi seperti web developer, media digital, spesialis basis data, serta sektor keuangan dan perangkat lunak juga dinilai memiliki potensi paparan AI yang tinggi.
Namun penting dipahami, laporan ini lebih menyoroti “potensi paparan” daripada jumlah Pekerjaan yang benar-benar hilang saat ini. Belum semua yang bisa diotomatisasi akan langsung tergantikan.
AI Belum Bisa Gantikan Semua, Peran Manusia Tetap Krusial
Meski begitu, laporan PBB ini juga memberikan perspektif yang lebih tenang di tengah kekhawatiran.
“Karena sebagian besar pekerjaan terdiri dari tugas-tugas yang memerlukan masukan manusia, transformasi pekerjaan adalah dampak yang paling mungkin dari AI generatif,” bunyi laporan tersebut.
Artinya, AI bukan sepenuhnya menggantikan manusia, tapi lebih kepada mengubah cara kerja dan membentuk ulang peran manusia di lingkungan kerja.
Pengawasan, kreativitas, dan empati hal-hal yang masih sulit dilakukan AI tetap menjadi keunggulan pekerja manusia yang tak tergantikan dalam waktu dekat.
Laporan ini juga menekankan bahwa penggantian penuh oleh AI masih “terbatas”, mengingat banyak tugas yang masih membutuhkan pengawasan manusia agar berjalan dengan baik dan sesuai konteks.