NOTIS.CO.ID - Ketegangan teknologi antara Amerika Serikat dan China makin memanas, terutama di sektor kecerdasan buatan atau AI yang kini jadi medan persaingan paling strategis.
Di tengah geliat China yang terus menanjak lewat pemain seperti DeepSeek dan Huawei, para tokoh besar industri AI AS akhirnya sepakat, infrastruktur harus jadi senjata utama untuk menjaga dominasi global.
Dalam pertemuan penting bersama Senat AS, mereka mendorong kebijakan agresif agar Negeri Paman Sam tak tertinggal jauh.
Infrastruktur AI skala besar jadi kunci agar Amerika tetap di depan China
Dalam sidang dengar pendapat bersama Komite Perdagangan Senat AS yang dipimpin Senator Ted Cruz, sejumlah nama besar seperti Sam Altman (OpenAI), Lisa Su (AMD), Michael Intrator (CoreWeave), dan Brad Smith (Microsoft) menyampaikan keprihatinan yang sama.
Menurut mereka, kecepatan China membangun AI, terutama lewat DeepSeek dan chip besutan Huawei, menjadi alarm keras bagi masa depan teknologi AS.
Mereka tidak sekadar bicara soal laboratorium penelitian atau komputer super mahal, tetapi juga soal keberadaan data center raksasa yang bisa menopang jutaan permintaan AI setiap detiknya.
Tanpa infrastruktur yang kokoh, inovasi tak akan bergerak cepat.
"Faktor nomor satu yang akan menentukan apakah AS atau China memenangkan perlombaan ini adalah teknologi siapa yang paling banyak diadopsi di seluruh dunia," kata Presiden Microsoft Brad Smith, dikutip dari Reuters, Sabtu (10/5/2025).
Para CEO ini mendorong agar pemerintah segera melonggarkan pembatasan, terutama terkait ekspor chip AI dan teknologi komputasi.
Menurut mereka, membatasi ekspor justru bisa membuat AS kehilangan posisi tawar dalam kompetisi global.
DeepSeek dan Huawei bikin tekanan ke industri AI AS makin besar
Munculnya DeepSeek sebagai pemain AI generatif asal China jadi momen penting yang tak bisa diabaikan.
Teknologi buatan mereka bukan hanya menunjukkan kemajuan pesat, tetapi juga memperlihatkan kemampuan menyaingi OpenAI secara langsung.
Lebih parah lagi, Huawei yang sudah dibatasi oleh sanksi AS ternyata tetap bisa memproduksi dan mendistribusikan chip AI canggih untuk pasar domestik mereka.
Kabar terbaru dari Reuters menyebutkan bahwa Huawei bahkan sedang meningkatkan pengiriman massal chip AI ke berbagai perusahaan di China.
Langkah ini dianggap sebagai cara mereka mengisi kekosongan setelah Nvidia dibatasi ekspornya.
"Pelajaran dari Huawei dan 5G adalah siapa pun yang sampai di sana lebih dulu akan sulit digantikan," ujar Smith.
Kekhawatiran soal propaganda dan aliran data pribadi ke China membuat Microsoft melarang penggunaan DeepSeek di kalangan karyawannya.
Raksasa AI AS sepakat dorong pelatihan talenta dan pengembangan riset
Salah satu poin penting yang disampaikan para petinggi AI di hadapan Senat adalah pentingnya investasi ke pendidikan dan pelatihan talenta.
Tak cukup hanya membangun pusat data raksasa, mereka juga menekankan perlunya generasi baru yang siap menjadi pionir teknologi AI dalam negeri.
Dalam hal ini, pemerintah diminta memberikan dukungan nyata terhadap pengembangan kurikulum AI sejak usia dini.
Sam Altman bahkan optimistis kalau AI bisa membawa manfaat sosial besar dalam beberapa tahun ke depan, asalkan dipandu dengan investasi yang tepat di bidang infrastruktur dan manusia.
Ia menegaskan bahwa AI tak boleh hanya jadi alat bisnis, tetapi juga harus jadi teknologi yang memberdayakan masyarakat.
Brad Smith menambahkan bahwa agar AI benar-benar diadopsi secara luas, masyarakat perlu diedukasi soal manfaat dan cara penggunaannya.
Ia juga menyoroti pentingnya mendanai proyek riset jangka panjang yang berfokus pada keberlanjutan dan dampak etis AI.