NOTIS.CO.ID - Fraksi PDI Perjuangan di DPR RI kembali menyoroti arah kebijakan fiskal pemerintah untuk tahun 2026, khususnya melalui Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEMPPKF).
Salah satu isu utama yang diangkat adalah meningkatnya proyeksi Belanja Negara serta ketimpangan alokasi anggaran untuk sektor pendidikan.
Fraksi ini mengingatkan bahwa kenaikan anggaran tidak akan berdampak signifikan tanpa adanya efisiensi dan kualitas belanja yang benar-benar terarah untuk kepentingan rakyat.
Proyeksi belanja negara 2026 harus diimbangi dengan efisiensi dan indikator manfaat yang jelas
Dalam Rapat Paripurna DPR pada Selasa, 27 Mei 2025, anggota Fraksi PDIP I Wayan Sudirta mengungkapkan bahwa belanja negara tahun 2026 diperkirakan akan menembus angka Rp 3.700 hingga Rp 3.850 triliun.
Angka ini diambil dari proyeksi alokasi belanja yang mencapai kisaran 14,19% hingga 14,75% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Meski angkanya tinggi, Wayan menekankan pentingnya kualitas penggunaan anggaran. Ia mengingatkan agar pemerintah tak sekadar fokus pada jumlah dana, namun lebih pada manfaat nyatanya bagi masyarakat.
“Dan diarahkan besar-besarnya kepada rakyat sebagai kelompok penerima manfaat pemerintah harus dapat menetapkan indikasi kualitas belanja di setiap kementerian lembaga dengan indikator terukur agar dapat dievaluasi,” tegasnya di hadapan anggota dewan lainnya.
Dengan jumlah belanja yang sebesar itu, PDIP menilai perlu adanya kontrol yang ketat terhadap program-program kementerian/lembaga agar hasilnya bisa dinilai secara objektif.
Alokasi anggaran pendidikan masih jauh dari amanat konstitusi
Sektor pendidikan menjadi perhatian utama dalam kritik Fraksi PDIP. Menurut I Wayan, alokasi anggaran pendidikan yang seharusnya mencapai 20% dari APBN seperti yang diwajibkan konstitusi, masih belum terpenuhi secara konsisten.
Dalam praktiknya, realisasi Anggaran Pendidikan sering kali lebih rendah.
"Selama ini realisasi anggaran dr pendidikan tersebut yg diamanatkan oleh konstitusi hanya mencapai 16% bahkan terkadang lebih rendah dari 16%," ungkapnya.
Ketidaksesuaian ini menjadi ironi tersendiri di tengah upaya pemerintah meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Ketika pendidikan tidak menjadi prioritas anggaran, maka akan sulit membangun fondasi kuat untuk masa depan bangsa.
PDIP juga mendorong agar evaluasi menyeluruh dilakukan terhadap struktur anggaran pendidikan demi memastikan tidak ada celah yang menyebabkan penurunan alokasi.
Komitmen pembangunan sekolah rakyat sebagai langkah pemerataan pendidikan
Di sisi lain, Kementerian Pekerjaan Umum menunjukkan keseriusannya dalam mendukung sektor pendidikan dengan meluncurkan proyek pembangunan sekolah rakyat.
Program ini merupakan bagian dari janji Presiden Prabowo Subianto untuk menghadirkan 200 sekolah rakyat sebagai wujud pemerataan akses pendidikan di berbagai daerah.
Untuk tahap pertama pada tahun 2026, pemerintah menggelontorkan dana sebesar Rp 25,8 triliun guna membangun 100 sekolah rakyat.
Langkah ini menjadi harapan baru di tengah kritik terhadap minimnya Anggaran Pendidikan. Keberadaan sekolah rakyat diyakini mampu mengurangi ketimpangan kualitas pendidikan di daerah terpencil.
Meski begitu, PDIP tetap mengingatkan agar proyek-proyek infrastruktur pendidikan ini tidak hanya menjadi simbol politik. Keberlanjutan, kualitas bangunan, dan efektivitas pengelolaannya juga harus menjadi prioritas agar benar-benar menjawab kebutuhan anak bangsa.