Mengapa Angka Kemiskinan Indonesia Versi Bank Dunia dan BPS Berbeda, Ini Penjelasannya

Bank Dunia dan BPS sama-sama pakai data SUSENAS tapi hasil ukuran kemiskinan mereka berbeda karena metode dan tujuannya tak sama.
Trinita Adelia - Selasa, 17 Jun 2025 - 12:00 WIB
Mengapa Angka Kemiskinan Indonesia Versi Bank Dunia dan BPS Berbeda, Ini Penjelasannya
Ilustrasi - freepik @jcomp
Advertisements

NOTIS.CO.ID - Penting untuk memahami bahwa ukuran kemiskinan bukanlah angka tunggal yang berlaku secara universal. Meski memakai sumber data yang sama, hasil akhirnya bisa sangat berbeda.

Itulah yang terjadi antara Bank Dunia dan Badan Pusat Statistik (BPS) dalam mengukur kemiskinan di Indonesia. Keduanya memang sama-sama menggunakan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS), namun metode dan tujuannya tidaklah identik.

Perbedaan metode antara Bank Dunia dan BPS soal garis kemiskinan

Meskipun Bank Dunia mengandalkan data resmi dari SUSENAS, cara mereka menghitung garis kemiskinan ternyata sangat berbeda dengan metode milik BPS.

SUSENAS sendiri merupakan survei resmi nasional yang diselenggarakan oleh BPS untuk menggambarkan kondisi sosial ekonomi rumah tangga secara luas. Namun, dalam praktiknya, Bank Dunia mengukur kemiskinan berdasarkan garis kemiskinan internasional.

Metode ini mempertimbangkan tiga variabel penting, perubahan harga dari waktu ke waktu menggunakan indeks harga konsumen, perbedaan harga antar wilayah dengan memperhitungkan biaya hidup lokal, serta perbedaan harga antar negara dengan penyesuaian melalui Purchasing Power Parity (PPP).

Sementara itu, BPS menerapkan pendekatan spasial yang menetapkan garis Kemiskinan berbeda antara daerah perkotaan dan pedesaan di setiap provinsi.

BPS juga tidak menggunakan sistem penyesuaian internasional seperti yang digunakan dalam The International Comparison Program (ICP). Inilah yang menyebabkan hasil perhitungan Kemiskinan keduanya bisa sangat berbeda.

Mengapa definisi kemiskinan nasional dan internasional sengaja dibuat berbeda

Bank Dunia sendiri menegaskan bahwa mereka memang sengaja menggunakan definisi yang berbeda dengan ukuran nasional. Hal ini dilakukan karena keduanya memiliki tujuan yang berbeda pula.

"Definisi kemiskinan nasional dan internasional sengaja dibuat berbeda karena digunakan untuk tujuan yang berbeda," tulis Bank Dunia dalam Lembar Faktanya.

Garis Kemiskinan nasional biasanya ditetapkan oleh pemerintah setempat dan digunakan sebagai dasar perumusan kebijakan yang berkaitan langsung dengan kehidupan warga di dalam negeri. Mulai dari pemberian bantuan sosial hingga program perlindungan sosial lainnya.

Sebaliknya, garis Kemiskinan internasional dirancang untuk kebutuhan perbandingan global. Standar ini memudahkan negara-negara di dunia dalam mengevaluasi capaian mereka dalam mengurangi angka kemiskinan secara internasional dan membuat perbandingan yang adil antar negara.

Garis kemiskinan Bank Dunia jauh lebih tinggi dari versi BPS

Perbedaan metodologi membuat hasilnya pun tampak kontras. Garis kemiskinan versi Bank Dunia untuk negara-negara berpenghasilan menengah atas (UMIC) berada di angka US$ 8,30 per hari. Jika dikonversikan ke rupiah, nominal itu setara dengan sekitar Rp 1.512.000 per orang per bulan.

Angka tersebut sangat jauh di atas garis Kemiskinan nasional yang ditetapkan BPS pada September 2024, yakni Rp 595.242 per orang per bulan. Dengan acuan nasional itu, BPS mencatat tingkat kemiskinan Indonesia sebesar 8,57 persen atau sekitar 24,06 juta penduduk.

Namun jika menggunakan garis Kemiskinan internasional, jumlah warga yang dikategorikan miskin di Indonesia bisa melonjak tajam. Hal ini menunjukkan bagaimana perspektif yang berbeda dapat menghasilkan angka yang sangat berbeda pula.

"Garis kemiskinan resmi Indonesia ditetapkan di tingkat provinsi (terpisah untuk daerah perkotaan dan pedesaan) dan tingkat kemiskinan mencapai 8,57 persen pada September 2024," tulis Bank Dunia.

Garis kemiskinan global tidak menggantikan standar nasional

Meski angka versi internasional lebih tinggi, bukan berarti ukuran nasional menjadi kurang relevan. Bank Dunia pun mengakui pentingnya ukuran nasional dalam konteks kebijakan di dalam negeri.

"Garis kemiskinan nasional Indonesia tetap menjadi ukuran yang paling relevan untuk diskusi kebijakan khusus negara, sementara ukuran kemiskinan global yang baru dimaksudkan untuk membandingkan Indonesia dengan negara lain," tulis Bank Dunia.

Ukuran nasional digunakan untuk tindakan langsung di tingkat lokal, sementara ukuran global menjadi alat untuk mengevaluasi posisi Indonesia di kancah internasional.

"Akhirnya, karena garis kemiskinan resmi dimaksudkan untuk digunakan di Indonesia saja, maka tidak memerlukan penyesuaian terkait PPP," tulis Bank Dunia, dikutip dari Lembar Fakta Bank Dunia berjudul "The World Bank's Updated Global Poverty Lines: Indonesia" itu, Selasa (17/6/2025).

Advertisements
Share:
Editor: Trinita Adelia
Source:

Baca Juga

Rekomendasi

Advertisements