NOTIS.CO.ID - Situasi ekonomi dunia makin sulit diprediksi, dan hal ini memicu banyak negara termasuk Indonesia untuk menuntut perubahan besar dari lembaga-lembaga keuangan internasional seperti IMF dan Bank Dunia.
Di tengah banyaknya ketidakpastian, Menteri Keuangan Sri Mulyani secara tegas menyuarakan perlunya transformasi dua lembaga tersebut agar tetap relevan dan bisa menjawab tantangan zaman.
Dari Washington D.C., Sri Mulyani menegaskan bahwa Indonesia tidak sekadar menjadi penonton dalam pusaran ekonomi global, tetapi ikut mendorong perubahan yang berdampak luas.
Dalam pertemuan dengan External Advisors of the Bretton Woods Institutions, dia menyoroti pentingnya IMF dan Bank Dunia untuk tetap memainkan peran sebagai jangkar stabilitas ekonomi dunia yang sedang bergejolak.
“IMF dan Bank Dunia memainkan peran penting dalam menciptakan stabilitas di tengah situasi perekonomian global yang penuh ketidakpastian dan ketidakseimbangan,” tegasnya dalam forum bilateral dengan External Advisors of the Bretton Woods Institutions Patrick Achi dan Mark Malloch-Brown.
Strategi transformasi kelembagaan demi menjawab tantangan masa depan
Pembahasan dalam forum internasional tersebut juga mengarah pada kebutuhan mendesak untuk mereformasi cara kerja IMF dan Bank Dunia.
Sri Mulyani mendorong agar dua institusi ini bisa menjadi lebih tangkas, adaptif, serta berorientasi pada masa depan, bukan hanya mengandalkan pendekatan lama yang mungkin tak lagi relevan.
Ia menggarisbawahi bahwa transformasi ini tidak hanya untuk memperbaiki performa internal, tapi juga untuk memastikan kedua lembaga ini mampu menjawab keresahan dan kebutuhan negara-negara berkembang.
Menurutnya, upaya ini harus terus dilanjutkan dengan pendekatan yang strategis dan menyeluruh.
"Kami tentu berharap buah pemikiran kami dapat berkontribusi positif dalam pencapaian tujuan dibentuknya IMF dan Bank Dunia, yakni mendorong terciptanya stabilitas dan pembangunan berkelanjutan bagi dunia,” ungkap Sri Mulyani.
Pendekatan diplomatik Indonesia hadapi tekanan Tarif Dagang dari Amerika Serikat
Di sisi lain, tantangan ekonomi bukan hanya datang dari lembaga internasional, tetapi juga dari kebijakan negara mitra, terutama Amerika Serikat yang menerapkan tarif resiprokal.
Menanggapi hal ini, Indonesia memilih pendekatan yang lebih soft dan diplomatis agar bisa tetap menjaga hubungan perdagangan tanpa mengorbankan kepentingan nasional.
Sri Mulyani menyebut bahwa negosiasi dilakukan dengan memahami perspektif Pemerintah AS terlebih dahulu.
Setelah itu, Indonesia memberikan sejumlah solusi yang bisa membantu menurunkan defisit neraca perdagangan Amerika terhadap Indonesia.
Selain membuka ruang dialog, pemerintah juga aktif melakukan reformasi internal seperti deregulasi dan pembenahan administrasi, agar hambatan perdagangan baik tarif maupun non-tarif bisa dikurangi secara signifikan.
Upaya ini berjalan paralel dengan penjajakan ke negara-negara lain sebagai alternatif pasar ekspor Indonesia yang lebih luas.