NOTIS.CO.ID - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendorong seluruh negara untuk menaikkan pajak atas produk seperti minuman manis, alkohol, dan tembakau hingga 50 persen dalam satu dekade ke depan.
Inisiatif ini bertujuan menekan konsumsi produk berisiko tinggi sekaligus membantu pembiayaan sistem kesehatan di tengah tekanan utang dan menyusutnya bantuan pembangunan.
Dorongan ini disampaikan WHO dalam konferensi Keuangan PBB untuk Pembangunan yang berlangsung di Seville, dan dikemas dalam program bernama “3 kali 35”.
Dorongan Kenaikan Pajak Kesehatan WHO
WHO menyebutkan bahwa kenaikan pajak atas produk tidak sehat dapat menjadi cara efisien dan strategis dalam mengurangi beban penyakit sekaligus mendatangkan pemasukan fiskal yang signifikan.
“Pajak kesehatan adalah salah satu alat paling efisien yang kami miliki. Sudah waktunya untuk bertindak,” kata Jeremy Farrar, asisten direktur jenderal promosi kesehatan dan pencegahan dan pengendalian penyakit WHO, dilansir Reuters, dikutip Minggu (6/7/2025).
Farrar menekankan bahwa pendapatan tambahan dari pajak ini bisa sangat krusial bagi negara-negara dengan sistem kesehatan yang lemah.
Dalam proyeksi WHO, kebijakan ini berpotensi menghasilkan pemasukan global hingga US$1 triliun pada tahun 2035. Negara-negara seperti Kolombia dan Afrika Selatan disebut sudah menunjukkan dampak positif dari pendekatan ini.
Peningkatan Harga Produk dinilai Bisa Ubah Pola Konsumsi Masyarakat
Guillermo Sandoval, ekonom kesehatan WHO, menyampaikan bahwa kenaikan harga adalah bagian dari strategi utama.
Ia mencontohkan bahwa di negara berkembang, harga Minuman Manis yang saat ini sekitar US$4 bisa naik menjadi US$10 pada 2035, bila pajaknya dinaikkan dan disesuaikan dengan inflasi.
Menurut Sandoval, pendekatan ini sudah diterapkan dalam kebijakan cukai Tembakau yang berlaku sejak satu dekade lalu.
WHO mencatat bahwa hampir 140 negara telah menaikkan pajak tembakau, dan secara rata-rata harga produk tersebut naik lebih dari 50% antara 2012 hingga 2022.
Namun demikian, WHO mengakui bahwa peningkatan pajak bukan satu-satunya solusi. Organisasi ini juga tengah mengembangkan definisi resmi untuk makanan ultra-proses, yang dalam waktu dekat bisa ikut direkomendasikan untuk dikenai pajak tambahan.
Penolakan dari Industri Masih Menjadi Hambatan Besar
Meski WHO yakin pada efektivitas strategi pajak, resistensi datang dari sejumlah pihak industri. Beberapa organisasi dan perwakilan industri mengkritik kebijakan ini, bahkan menyebutnya tidak relevan dengan realitas di lapangan.
“Sangat memprihatinkan bahwa Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) terus mengabaikan lebih dari satu dekade bukti yang jelas yang menunjukkan bahwa mengenakan pajak minuman manis tidak pernah meningkatkan hasil kesehatan atau mengurangi obesitas di negara mana pun,” kata Kate Loatman, direktur eksekutif Asosiasi Minuman Internasional.
Selain itu, suara keberatan juga datang dari industri minuman beralkohol.
“Saran Organisasi Kesehatan Dunia bahwa menaikkan pajak akan mencegah bahaya terkait Alkohol adalah salah arah,” kata Amanda Berger, wakil presiden senior sains dan penelitian di Distilled Spirits Council.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Aliansi Makanan dan Minuman Internasional, Rocco Renaldi, menanggapi dengan nada yang lebih moderat.
Ia menyatakan bahwa pihaknya mendukung penguatan sistem kesehatan, tetapi memperingatkan bahwa minuman manis tidak seharusnya disamakan dengan produk yang secara inheren berbahaya seperti Tembakau.
Kolaborasi Internasional Menjadi Kunci
Dorongan WHO untuk kebijakan perpajakan kesehatan ini tak berdiri sendiri. Sejumlah lembaga besar dunia seperti Bloomberg Philanthropies, Bank Dunia, dan OECD menyatakan dukungannya.
Bentuk dukungan tersebut mencakup asistensi teknis, perumusan kebijakan, hingga pelatihan implementasi untuk pemerintah negara-negara yang bersedia menerapkan strategi ini.
WHO berharap pendekatan ini tidak hanya menekan konsumsi, tetapi juga membentuk sistem fiskal yang lebih sehat di masa depan.