Sah atau Melanggar Hukum? Ini Fakta Fotokopi Buku Menurut Undang-Undang

Trinita Adelia - Minggu, 04 Mei 2025 - 17:45 WIB
Sah atau Melanggar Hukum? Ini Fakta Fotokopi Buku Menurut Undang-Undang
ilustrasi fotokopi - freepik
Advertisements

NOTIS.CO.ID - Di tengah dunia pendidikan yang semakin serba digital, masih banyak mahasiswa dan pelajar yang bergantung pada cara lama fotokopi buku.

Praktis dan murah, tapi apa itu melanggar hukum? Banyak yang belum tahu kalau menyalin buku secara penuh tanpa izin bisa jadi pelanggaran Hak Cipta.

Hak Cipta itu bentuk perlindungan atas karya intelektual seperti buku, tulisan, dan karya kreatif lainnya.

Meski begitu, hukum Hak Cipta tak selalu bersikap kaku.

Ada kondisi tertentu yang membuat Fotokopi Buku masih bisa ditoleransi secara legal.

Jadi, tak semua tindakan fotokopi otomatis bisa disebut melanggar.

Yang sering terjadi, banyak orang asal fotokopi tanpa tahu apakah tindakannya itu legal atau tidak.

Padahal, aturan soal hak cipta sudah tertulis jelas di Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014.

Undang-undang Hak Cipta memperbolehkan fotokopi buku dalam konteks pendidikan

Jika fotokopi buku hanya dipakai untuk belajar atau tugas kuliah masih diperbolehkan secara hukum.

Di Pasal 44 UU Hak Cipta, dijelaskan bahwa tindakan memfotokopi buku tidak dianggap pelanggaran asal dilakukan untuk tujuan tertentu. Bunyi lengkap pasalnya adalah:

“Penggunaan, pengambilan, penggandaan, dan/atau pengubahan suatu ciptaan dan/atau produk hak terkait secara seluruh atau sebagian yang substansial tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta jika sumbernya disebutkan atau dicantumkan secara lengkap untuk ketentuan:

Pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pencipta atau Pemegang Hak Cipta;

Keamanan serta penyelenggaraan pemerintahan, legislatif, dan peradilan;

Ceramah yang hanya untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan; atau

Pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta.”

Jadi kalau mahasiswa menyalin sebagian buku untuk dijadikan referensi skripsi, itu bukan tindakan ilegal.

Asalkan sumber aslinya disebut dengan jelas dan tidak mengubah substansi yang merugikan si penulis, maka sah-sah aja.

Selain itu, Pasal 46 juga menyebutkan:

“Penggandaan untuk kepentingan pribadi atas Ciptaan yang telah dilakukan pengumuman hanya dapat dibuat sebanyak satu salinan dan dapat dilakukan tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta.”

Bisa masuk ranah pidana kalau Fotokopi Buku untuk bisnis atau jualan

Masalah muncul ketika aktivitas fotokopi itu berubah arah untuk mencari pendapatan.

Di sinilah tindakan itu bisa dianggap sebagai pelanggaran berat.

Undang-undang melarang siapa pun memperbanyak atau memakai karya orang lain secara komersial tanpa izin.

Bunyi Pasal 9 ayat (3) dalam UU Hak Cipta menyebut:

“Setiap orang yang tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta dilarang melakukan penggandaan dan/atau penggunaan secara komersial ciptaan.”

Jika sebuah tempat fotokopi menyalin puluhan buku dan dijual lagi ke mahasiswa, itu sudah bisa dikategorikan pelanggaran.

Bukan soal berapa banyak yang digandakan, tapi untuk apa hasil gandaan itu dipakai.

Jika digunakan untuk berbisnis, akan terkena masalah.

Sanksinya juga tak main-main. Di Pasal 113 ayat (3), tertulis:

“Setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) untuk penggunaan secara komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”

Advertisements
Share:
Editor: Trinita Adelia
Source:

Baca Juga

Rekomendasi

Advertisements