NOTIS.CO.ID - Panggung politik Inggris tengah dilanda riak besar. Hampir 60 legislator dari Partai Buruh mendesak pemerintah untuk mengakui Palestina sebagai negara merdeka.
Desakan ini bukan hanya simbolik, tapi datang bersama tuntutan serius agar Inggris mengambil tindakan nyata atas apa yang disebut para legislator sebagai bentuk 'pembersihan etnis' oleh Israel di Gaza.
Isu ini memicu perdebatan panas di Westminster, memperlihatkan bagaimana tekanan internal terhadap kebijakan luar negeri Inggris makin menguat.
Parlemen desak Inggris akui Palestina sebagai negara merdeka
Dilaporkan langsung oleh The Guardian, sebanyak 59 anggota parlemen dari Partai Buruh, baik dari kubu tengah maupun progresif kiri, menandatangani surat yang ditujukan kepada Menteri Luar Negeri David Lammy.
Surat ini disusun oleh kelompok Labour Friends of Palestine and the Middle East dan dikirimkan pada Kamis, 10 Juli 2025.
Surat tersebut mendesak agar pemerintah segera mengambil langkah nyata dalam menyikapi kebijakan Israel yang disebut-sebut berujung pada penghapusan paksa masyarakat Palestina.
Mereka secara tegas menyoroti rencana pembangunan ‘kota kemanusiaan’ di Rafah, wilayah Gaza bagian selatan, yang diklaim justru menjadi bentuk pemindahan paksa berkedok bantuan kemanusiaan.
"Dengan rasa urgensi dan keprihatinan yang mendalam, kami menulis kepada Anda terkait pengumuman kepala pertahanan Israel, Senin lalu tentang rencananya memindahkan secara paksa seluruh warga sipil Palestina di Gaza ke kamp di kota Rafah yang telah hancur, tanpa memberi mereka pilihan untuk meninggalkan lokasi tersebut," demikian isi surat tersebut.
Legislator tuntut Inggris bertindak tegas terhadap kebijakan Israel di Gaza
Para legislator juga menuntut agar pemerintah Inggris melangkah lebih jauh dari sekadar pemulihan dana untuk UNRWA dan dukungan terhadap pembebasan sandera.
Mereka mendesak diterapkannya sanksi tegas, termasuk blokade perdagangan atas produk-produk yang dihasilkan di pemukiman ilegal Israel di wilayah pendudukan Tepi Barat.
Dalam surat itu, mereka juga menggarisbawahi bagaimana rencana Israel di Rafah hanyalah bentuk lain dari upaya menghapus eksistensi rakyat Palestina secara sistematis.
Mereka menyuarakan bahwa dukungan terhadap Palestina seharusnya bukan tergantung situasi geopolitik, melainkan prinsip kemanusiaan dan keadilan global.
Tanpa pengakuan Palestina, solusi dua negara kian mustahil
Tekanan politik dari parlemen ini juga menyoroti konsekuensi besar yang akan timbul bila Inggris terus menunda pengakuan terhadap Palestina sebagai negara. Dalam pernyataannya, para legislator menegaskan:
“Dengan tidak mengakui Palestina sebagai negara, kami justru melemahkan kebijakan kami sendiri tentang solusi dua negara dan menciptakan harapan kelanjutan status quo yang pada akhirnya mengarah pada penghapusan dan aneksasi wilayah Palestina secara efektif.”
Pernyataan ini terdengar seperti tamparan untuk diplomasi Inggris yang selama ini dianggap gamang. Apalagi saat ini, pemerintahan baru Partai Buruh belum mengubah sikap resminya terkait pengakuan tersebut.
Perang di Gaza kian brutal dan belum menunjukkan tanda akan berhenti
Sementara itu, konflik bersenjata di Jalur Gaza telah memasuki bulan ke-10. Situasi di lapangan semakin memburuk.
Pengungsian massal, kehancuran total infrastruktur sipil, dan minimnya akses bantuan kemanusiaan membuat kondisi di Gaza kian tak manusiawi.
Upaya gencatan senjata terus digaungkan oleh komunitas internasional, namun ofensif militer Israel terus berlanjut tanpa jeda sejak 7 Oktober 2023.
Lebih dari 57.800 warga Palestina telah tewas, sebagian besar merupakan perempuan dan anak-anak. Serangan udara bertubi-tubi telah meratakan rumah-rumah, rumah sakit, dan tempat ibadah.
Krisis pangan makin parah, penyebaran penyakit meningkat, dan masyarakat hidup dalam ketakutan tanpa kepastian.
Tak hanya itu, Israel kini berada di bawah sorotan hukum internasional.
Pada November tahun lalu, Pengadilan Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.