Fakta Ilmiah di Balik Gempa 7,7 SR yang Mengguncang Myanmar

Trinita Adelia - Senin, 31 Mar 2025 - 14:00 WIB
Fakta Ilmiah di Balik Gempa 7,7 SR yang Mengguncang Myanmar
Ilustrasi Gempa Bumi - Pixabay @RoadLight
Advertisements

NOTIS.CO.ID - Gempa bumi berkekuatan 7,7 skala Richter mengguncang Myanmar pada Jumat, 28 Maret 2025.

Pusat gempa berada di wilayah Sagaing, dekat Mandalay, dan menyebabkan kerusakan besar serta menimbulkan kepanikan.

Getaran kuat juga dirasakan di negara tetangga seperti Thailand. Peristiwa ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai penyebab dan dampaknya secara ilmiah.

Aktivitas Tektonik di Myanmar dan Potensi Gempa Bumi

Myanmar terletak di antara Lempeng India dan Lempeng Eurasia, menjadikannya salah satu wilayah dengan aktivitas seismik paling aktif di dunia.

Kedua lempeng ini bergerak saling berlawanan secara horizontal, menciptakan sesar geser yang memicu gempa bumi.

Sesar Sagaing, yang membentang dari utara ke selatan Myanmar, menjadi salah satu sumber utama gempa bumi di kawasan ini.

Seorang pakar gempa dari University College London, Joanna Faure Walker, menjelaskan bahwa meskipun pergerakan ini umumnya menghasilkan gempa strike-slip yang tidak sekuat gempa di zona subduksi, magnitudonya masih dapat mencapai 7 hingga 8 skala Richter.

Dengan kondisi seperti ini, risiko gempa besar di Myanmar selalu ada meskipun tidak sering terjadi.

"Batas antara Lempeng India dan Lempeng Eurasia membentang kira-kira dari utara ke selatan, membelah bagian tengah negara ini," kata Joanna 

Mengapa Gempa Myanmar 2025 Begitu Merusak

Sagaing pernah mengalami gempa kuat sebelumnya, seperti pada tahun 2012 dengan magnitudo 6,8 yang menyebabkan puluhan korban jiwa.

Namun, gempa kali ini menjadi salah satu yang terbesar dalam 75 tahun terakhir di daratan Myanmar.

Kedalaman gempa yang hanya 10 km membuatnya sangat merusak karena gelombang seismik tidak banyak meredam sebelum mencapai permukaan.

Roger Musson, seorang peneliti kehormatan di British Geological Survey, menegaskan bahwa kedalaman yang dangkal membuat bangunan di permukaan menerima kekuatan penuh dari getaran.

"Ini sangat merusak karena terjadi pada kedalaman yang dangkal, sehingga gelombang kejut tidak hilang saat bergerak dari pusat gempa ke permukaan. Bangunan-bangunan menerima kekuatan penuh dari guncangan." ungkapnya

"Penting untuk tidak berfokus pada episentrum karena gelombang seismik tidak menyebar keluar dari episentrum, melainkan menyebar dari seluruh garis patahan," tambahnya.

Selain itu, gelombang seismik tidak hanya menyebar dari episentrum, melainkan juga dari seluruh garis patahan, meningkatkan area terdampak.

Dampak Gempa terhadap Infrastruktur dan Korban Jiwa

Gempa bumi ini menyebabkan kerusakan infrastruktur yang signifikan, terutama di wilayah Mandalay yang padat penduduk.

Program Bahaya Gempa Bumi dari United States Geological Survey (USGS) memperkirakan korban jiwa bisa mencapai puluhan ribu orang, sementara dampak ekonomi diperkirakan bisa mencapai 70 persen dari PDB Myanmar.

Pakar gempa lainnya, Bill McGuire, menjelaskan bahwa jarangnya gempa besar di wilayah ini membuat infrastruktur kurang siap menghadapi guncangan besar.

Bangunan yang tidak dirancang tahan gempa semakin memperparah dampak kehancuran, terutama di daerah dengan kepadatan penduduk tinggi seperti Mandalay.

Gempa besar terakhir yang melanda kawasan ini terjadi pada tahun 1956.

Dengan jarak waktu yang panjang, banyak bangunan yang tidak memenuhi standar ketahanan gempa modern. Oleh karena itu, risiko kehancuran sangat tinggi saat terjadi gempa berkekuatan besar seperti ini.

Bencana ini menjadi pengingat betapa pentingnya kesiapan dalam menghadapi gempa bumi.

Peningkatan standar bangunan dan edukasi mitigasi bencana sangat diperlukan agar kejadian serupa tidak menimbulkan korban jiwa dalam jumlah besar di masa mendatang.

Advertisements
Share:
Editor: Trinita Adelia
Source:

Baca Juga

Rekomendasi

Advertisements