RUPTL 2025-2034 Resmi Final, Fokus Energi Terbarukan dan Target Ekonomi 8 Persen

Trinita Adelia - Kamis, 24 Apr 2025 - 16:00 WIB
RUPTL 2025-2034 Resmi Final, Fokus Energi Terbarukan dan Target Ekonomi 8 Persen
PLTS Terapung Cirata 192 MWp - Dok. PT PLN Persero
Advertisements

NOTIS.CO.ID - Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034 resmi dikonfirmasi final oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), dan tinggal menunggu pengesahan oleh Presiden Prabowo Subianto.

Rencana strategis ini disusun untuk menjamin pasokan listrik jangka panjang dan telah diselaraskan dengan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) yang berlaku hingga tahun 2060.

"Yang jelas (RUPTL 2025-2034) sudah final ya," ucap Jisman Hutajulu, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM saat ditemui di Gedung DPR RI.

Jisman menegaskan bahwa arah kebijakan dalam dokumen RUPTL ini tidak melenceng dari RUKN yang telah lebih dulu dirancang.

Artinya, seluruh strategi pengembangan listrik akan tetap berada di jalur yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat dalam rencana makro kelistrikan nasional.

"Sesuai bahwa rencana RUPTL itu harus sesuai dengan RUKN," tandasnya.

Desain RUPTL adaptif hadapi dinamika kebutuhan Listrik Nasional

Ketua Komisi XII DPR RI Bambang Pati Jaya menyoroti pentingnya fleksibilitas dalam implementasi RUPTL.

Menurutnya, rencana jangka panjang ini tidak boleh kaku, sebab permintaan listrik bisa berubah sewaktu-waktu tergantung dinamika ekonomi dan sosial masyarakat.

"Kita justru menekankan kepada adaptif RUPTL itu, jangan kaku," ujarnya.

Ia menambahkan, PLN selaku pelaksana teknis RUPTL harus diberikan ruang manuver untuk menyesuaikan rencana pembangunan pembangkit bila terjadi perubahan permintaan.

Misalnya saat permintaan melonjak di luar prediksi, pembangunan bisa dipercepat, sementara jika terjadi penurunan, maka proyek bisa ditunda untuk menghindari pemborosan.

Mayoritas pembangkit listrik baru akan didorong dari energi baru terbarukan

Dalam konferensi pers di Kementerian ESDM, Menteri Bahlil Lahadalia menyampaikan bahwa sebanyak 60% dari proyek pembangkit baru yang akan dibangun selama periode RUPTL ini bersumber dari Energi Baru Terbarukan (EBT).

"RUPTL di tahun 2025-2034 60% itu akan dorong membangun energi baru terbarukan," ungkapnya.

Energi surya, angin, dan biomassa akan menjadi pemain utama dalam rencana ekspansi kapasitas pembangkit nasional, sekaligus menjadi jalan keluar untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil.

Pemerintah juga mengincar tambahan kapasitas hingga 70 Giga Watt (GW), di mana mayoritasnya berasal dari sumber energi bersih.

Proyeksi investasi jumbo untuk jaringan dan pembangkit berbasis EBT

Dalam wawancara terpisah, Bahlil merinci bahwa kebutuhan dana untuk mendukung target ambisius ini mencapai sekitar Rp 1.100 triliun.

Investasi tersebut akan dibagi antara pengembangan interkoneksi jaringan listrik senilai Rp 400 triliun dan pembangunan pembangkit berbasis EBT sebesar Rp 600–700 triliun.

"Kalau untuk jaringannya sendiri, itu butuh kurang lebih sekitar Rp 400 triliun lebih ya. Kalau untuk power plant-nya, itu sekitar Rp 600-700 triliun," jelasnya.

Investasi besar ini dianggap krusial untuk memperluas jangkauan listrik di wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar) serta menopang ekosistem ekonomi baru yang makin bergantung pada energi bersih dan digitalisasi.

Target pertumbuhan ekonomi nasional 8 persen jadi pendorong utama ekspansi

Bahlil menyebut, pengembangan pembangkit listrik yang masif ini tidak bisa dilepaskan dari target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8% di era pemerintahan Prabowo Subianto.

Dalam penjelasannya, pemerintah telah menyiapkan berbagai skenario mulai dari pertumbuhan rendah hingga maksimal, semuanya disesuaikan dengan proyeksi kebutuhan listrik ke depan.

"Jadi, ada target maksimal, ada target menengah, ada target paling rendah," ujar Bahlil.

Advertisements
Share:
Editor: Trinita Adelia
Source:

Baca Juga

Rekomendasi

Advertisements