Pengamat Nilai Paylater Melambat karena Pemerintah Salah Fokus

Trinita Adelia - Senin, 12 Mei 2025 - 10:00 WIB
Pengamat Nilai Paylater Melambat karena Pemerintah Salah Fokus
ilustrasi belanja online - freepik @pressfoto
Advertisements

NOTIS.CO.ID - Ketika banyak orang makin tak asing dengan layanan buy now pay later (BNPL), ternyata data terbaru justru menunjukkan penurunan laju pertumbuhannya di Maret 2025.

Di balik fenomena ini, muncul sorotan tajam soal krisis Likuiditas Pasar yang jadi biang kerok menurunnya daya beli, terutama dari kalangan di luar masyarakat kelas menengah atas.

Ekonomi Indonesia terjebak korporatisme saat daya beli menurun

Menurut pengamat ekonomi politik Ichsanuddin Noorsy, pasar yang sedang kekeringan likuiditas sangat berpengaruh pada melambatnya pertumbuhan layanan BNPL pada Maret 2025 dibanding bulan sebelumnya.

“Hanya kelompok masyarakat menengah atas yang memiliki likuiditas cukup. Kepemilikan likuiditas ini digunakan untuk konsumsi sambil melindungi diri dari ancaman ketidak pastian dan gejolak ekonomi politik,” jelas Noorsy dikutip dari inilah.com, Minggu (11/5/2025).

Lebih jauh lagi, ia menyayangkan arah kebijakan pemerintah yang dinilai justru kontraproduktif.

Bukannya fokus ke pemulihan daya beli masyarakat, pemerintah malah sibuk membentuk siklus pasar baru lewat uji vaksin Tuberkulosis (TBC) yang digagas Bill Gates.

Padahal belanja APBN yang berjalan tidak berpengaruh langsung ke pasar, ditambah lagi perbankan yang cenderung pro-siklikal ikut memperparah situasi.

Secara sederhana, istilah siklikal merujuk pada pola naik turunnya kegiatan ekonomi yang berulang sesuai dengan siklus bisnis.

Noorsy menyebut bahwa situasi saat ini menggambarkan lemahnya daya dorong pemerintah untuk menggerakkan ekonomi rakyat.

“Fenomena ini mengindikasikan, pemerintah tidak memiliki daya yang cukup guna memutar mesin perekonomian. Mesin perekonomian nyaris tergantung kepada kekuatan investasi dan konsumsi korporasi swasta, domestik dan asing. Ini bukti perekonomian Indonesia tunduk pada korporatisme,” ucapnya.

Statistik Paylater melambat di perbankan dan multifinance

Kinerja paylater yang sempat moncer kini mulai menunjukkan perlambatan, baik di sektor perbankan maupun perusahaan pembiayaan.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, mencatat bahwa nilai kredit Paylater yang disalurkan oleh bank pada Maret 2025 mencapai Rp 22,78 triliun.

Walau secara tahunan masih tumbuh 32,18 persen, angka ini melambat dibanding Februari 2025 yang mencatat pertumbuhan 36,60 persen.

Jumlah pengguna layanan ini juga lumayan banyak, yaitu sekitar 24,56 juta rekening Paylater yang tercatat di bank hingga Maret 2025.

Meski basisnya besar, tren perlambatan ini menandakan bahwa permintaan pasar terhadap layanan tersebut mulai melemah seiring keterbatasan dana tunai di masyarakat.

Dari sisi total kredit perbankan pun tidak kalah menarik. Pada Maret 2025, pertumbuhan kredit bank melambat ke angka 9,16 persen tahun ke tahun.

Padahal di Februari sebelumnya masih menyentuh 10,30 persen (yoy).

Perlambatan ini bisa diartikan sebagai sinyal bahwa kepercayaan masyarakat untuk mengambil kredit sedang goyah, apalagi jika tidak diimbangi dengan stimulus ekonomi yang konkret dari pemerintah.

Multifinance ikut kena imbas penurunan kredit Paylater

Fenomena serupa juga terlihat jelas di sektor multifinance. Di bulan Maret 2025, utang paylater yang disalurkan oleh perusahaan pembiayaan tercatat sebesar Rp 8,22 triliun.

Walau angkanya tumbuh 39,3 persen secara tahunan, tetap saja melambat dibandingkan pertumbuhan bulan Februari yang sempat menyentuh 59,1 persen (yoy).

Tren ini semakin menegaskan bahwa daya beli publik bukan hanya stagnan, tapi juga menurun secara nyata.

Jika masyarakat mulai mengerem penggunaan Paylater yang notabene dikenal fleksibel dan minim syarat maka jelas ada masalah struktural dalam konsumsi domestik.

Tak cuma itu, keterbatasan likuiditas makin menekan permintaan dan membuat layanan finansial digital ikut tersendat.

Advertisements
Share:
Editor: Trinita Adelia
Source:

Baca Juga

Rekomendasi

Advertisements