QRIS Murah Meriah Jadi Pilihan UMKM dan Rakyat Kecil, Gak Perlu Visa Mastercard

Trinita Adelia - Rabu, 23 Apr 2025 - 14:00 WIB
QRIS Murah Meriah Jadi Pilihan UMKM dan Rakyat Kecil, Gak Perlu Visa Mastercard
ilustrasi pembayaran melalui Qris - freepik @upklyak
Advertisements

NOTIS.CO.ID - Sistem pembayaran digital seperti QRIS dan GPN kini menjadi tulang punggung transaksi elektronik di Indonesia, terutama untuk pelaku usaha kecil dan menengah.

Skema biaya yang terjangkau serta proses transaksi yang sederhana menjadikan keduanya sebagai pilihan utama di kalangan masyarakat luas.

Dengan semakin masifnya adopsi QRIS di berbagai sektor, dari pedagang kaki lima hingga pusat perbelanjaan besar, efektivitas sistem ini mulai menjadi sorotan di ranah global.

Beberapa pihak menyebut bahwa penerapan QRIS dan GPN membatasi masuknya perusahaan asing seperti Visa dan Mastercard.

Namun, biaya layanan yang lebih tinggi dari kedua perusahaan tersebut menjadi alasan kuat mengapa kehadiran mereka belum tentu relevan di pasar domestik yang sangat sensitif terhadap biaya transaksi.

“Target utama QRIS adalah untuk mendorong inklusi keuangan, termasuk untuk UMKM. Jika (perusahaan) asing akan bergabung dengan QRIS, masih terbuka lebar, tinggal melakukan aplikasi ke BI (Bank Indonesia),” kata Wijayanto, Selasa (22/4/2025).

Kritik AS terhadap QRIS dan GPN dinilai kurang berdasar oleh ekonom nasional

Pemerintah Amerika Serikat melalui Kantor Perwakilan Dagang AS (USTR) menyampaikan kritik terhadap sistem pembayaran Indonesia dalam laporan National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers 2025.

Mereka menyoroti kurangnya partisipasi pelaku internasional dalam integrasi dengan sistem QRIS dan GPN.

Namun, dari sudut pandang lokal, tudingan tersebut dianggap tidak memiliki dasar kuat karena Indonesia justru membuka ruang bagi kolaborasi lintas negara.

Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, menjelaskan bahwa regulasi QRIS dan GPN dirancang untuk mendorong efisiensi dan inklusivitas, bukan untuk membatasi pihak asing.

“Misalnya untuk UMKM, transaksi di bawah Rp500 ribu dengan menggunakan QRIS, fee-nya nol. Bandingkan dengan Visa atau Mastercard bisa mencapai 1,8 persen sampai dua persen,” jelasnya. 

Selain QRIS, GPN juga mendapat kritik serupa dari AS. Namun Wijayanto menegaskan bahwa sistem ini justru mendorong kompetisi sehat di pasar dalam negeri.

"Bagi kita, GPN adalah sesuatu yang logis. Transaksi di Indonesia, dua pihak dari Indonesia, menggunakan rupiah, berlokasi di Indonesia. Sesungguhnya tidak ada alasan mengapa proses dan service-nya harus di luar negeri, selain mahal juga tidak efisien,” tuturnya.

Sikap Indonesia terhadap tekanan dagang dinilai perlu tetap tegas dan objektif

Dalam konteks negosiasi perdagangan internasional, tekanan dari negara seperti Amerika Serikat bukanlah hal baru.

Namun, Wijayanto menilai bahwa pemerintah Indonesia harus tetap berpegang pada prinsip menjaga kepentingan nasional, terutama yang bersifat fundamental seperti infrastruktur Sistem Pembayaran.

Ia menilai desakan untuk membuka akses terhadap QRIS maupun GPN harus dilihat secara realistis dan tidak tergesa-gesa.

"Kita tidak perlu terlalu terprovokasi oleh permintaan AS. Namanya juga negosiasi, mereka pasti memulai dengan call yang tinggi, apalagi merasa di atas angin," katanya.

Pernyataan tersebut juga diperkuat oleh sikap Bank Indonesia (BI) yang tetap membuka kemungkinan kerja sama dengan negara mana pun dalam sistem pembayaran lintas batas, termasuk QRIS.

Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti menjelaskan bahwa kesiapan teknologi dan kebijakan masing-masing negara menjadi faktor kunci keberhasilan integrasi tersebut.

“Jadi kami tidak membeda-bedakan. Kalau Amerika siap, kita siap, kenapa tidak?” ujar Destry dalam acara Edukasi Keuangan bagi Pekerja Migran Indonesia di Jakarta, Senin lalu (21/4).

Advertisements
Share:
Editor: Trinita Adelia
Source:

Baca Juga

Rekomendasi

Advertisements