Media Sosial Akan Kena Pajak, Kemenkeu Siap Atur Mekanismenya

Kemenkeu siapkan pajak media sosial dan data digital untuk dongkrak penerimaan.
Trinita Adelia - Selasa, 15 Jul 2025 - 11:00 WIB
Media Sosial Akan Kena Pajak, Kemenkeu Siap Atur Mekanismenya
Ilustrasi Media Sosial - freepik
Advertisements

NOTIS.CO.ID - Kemenkeu kembali mengemuka dengan langkah baru yang menarik perhatian publik. Rencana Pajak Media Sosial dan data digital mulai dijajaki, dengan tujuan memperluas sumber penerimaan negara.

Wacana ini lahir di tengah tekanan fiskal yang meningkat, dan pemerintah memandang platform digital sebagai peluang yang tidak boleh dilewatkan.

Kebijakan ini disorot karena berpotensi mengubah cara kita melihat aktivitas online sekaligus menambah kontribusi terhadap penerimaan pajak.

Pajak Media Sosial dan Data Digital Jadi Opsi Baru

Melansir dari kumparan, rencana pajak ini disampaikan langsung oleh Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu dalam sebuah rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI.

Di kesempatan itu, ia menekankan bagaimana data analitik dan media sosial bisa menjadi sarana baru untuk menambah penerimaan negara.

“Segi administrasi itu pertama penggalian potensi (pajak) itu melalui data analitik maupun media sosial,” ujar Anggito dalam Raker bersama Komisi XI DPR RI.

Data digital dinilai menyimpan potensi besar yang selama ini belum tergarap optimal. 

Sampai sekarang belum ada penjelasan rinci mengenai teknis pengenaan pajaknya. Anggito sendiri menegaskan bahwa detail kebijakan masih dibicarakan. 

Alokasi Anggaran untuk Mendukung Kebijakan

Wacana Pajak Media Sosial dan data digital tidak berdiri sendiri. Pemerintah mengaitkannya dengan rencana pengelolaan anggaran yang telah disusun untuk tahun depan.

Potensi penerimaan dari pajak tersebut diharapkan memaksimalkan capaian fiskal.

Tahun depan telah dialokasikan anggaran sebesar Rp 1,99 triliun, sementara untuk tahun 2026 Kemenkeu mengajukan pagu anggaran sebesar Rp 52,017 triliun.

Angka tersebut memperlihatkan skala besar dari kebijakan yang sedang direncanakan. 

Kita bisa membayangkan bahwa infrastruktur teknologi yang kuat sangat diperlukan, sehingga anggaran bukan hanya sekadar angka, melainkan fondasi untuk transformasi kebijakan.

Peraturan Sebelumnya Mengenai Pajak E-commerce

Sebelum wacana ini muncul, Kemenkeu telah memiliki pijakan kebijakan serupa pada sektor perdagangan daring.

Melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025 Tentang Penunjukan Pihak Lain Sebagai Pemungut, Penyetor, dan Pelaporan Pajak Penghasilan yang Dipungut oleh Pihak Lain atas Penghasilan yang Diterima atau Diperoleh Pedagang Dalam Negeri dengan Mekanisme Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.

Dengan beleid tersebut, penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik atau e commerce ditetapkan sebagai pihak pemungut Pajak Penghasilan bagi pedagang dalam negeri.

Kebijakan ini mulai berlaku sejak Senin (14/7), di mana setiap pedagang online dikenakan Pajak Penghasilan sebagaimana tercantum dalam Pasal 22 Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Besaran pungutan PPh 22 ditetapkan sebesar 0,5 persen dari peredaran bruto yang diterima atau diperoleh pedagang. 

Target Peningkatan Rasio Pajak

Pemerintah saat ini tengah membidik peningkatan rasio penerimaan negara terhadap produk domestik bruto (PDB) yang ditargetkan berada di kisaran 11,71 persen hingga 12,22 persen.

Rasio perpajakan pun diproyeksikan naik ke angka 10,08 persen hingga 10,45 persen. Sementara rasio penerimaan negara bukan pajak (PNBP) diarahkan ke kisaran 1,63 persen hingga 1,76 persen.

Angka-angka tersebut menggambarkan ambisi besar yang sedang dikejar. Dengan memanfaatkan potensi pajak dari media sosial dan data digital, target itu diharapkan lebih mudah tercapai.

Kita bisa melihat bagaimana ekosistem digital yang begitu dekat dengan kehidupan sehari-hari kini mulai dilihat sebagai salah satu tulang punggung penerimaan negara. 

Advertisements
Share:
Editor: Trinita Adelia
Source:

Baca Juga

Rekomendasi

Advertisements