PHK Besar Terjadi Lagi di 2025, Sektor Tekstil dan Keuangan Terkena Dampaknya

PHK massal 2025 makin nyata, industri tekstil, restoran, hingga teknologi digital turut terdampak badai ketidakpastian ekonomi.
Trinita Adelia - Senin, 16 Jun 2025 - 12:54 WIB
PHK Besar Terjadi Lagi di 2025, Sektor Tekstil dan Keuangan Terkena Dampaknya
Ilustrasi - freepik
Advertisements

NOTIS.CO.ID - Di tengah geliat pemulihan ekonomi pasca pandemi, ancaman Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) masih terus menghantui berbagai sektor industri di Indonesia.

Memasuki awal tahun 2025, gelombang PHK kembali menguat dan menyasar jutaan pekerja. Tak hanya industri padat karya seperti tekstil dan manufaktur, sektor jasa hingga teknologi digital pun mulai terkena imbas.

Fenomena ini kembali mencuat setelah laporan terbaru menyebutkan bahwa lebih dari 3 juta pekerja di Industri Tekstil nasional berisiko kehilangan pekerjaan.

Sementara itu, sekitar 70% pelaku usaha hotel dan restoran di Jakarta mengaku sedang mempertimbangkan untuk memangkas tenaga kerja mereka demi efisiensi operasional.

Lonjakan PHK ini disebut erat kaitannya dengan merosotnya Daya Beli masyarakat serta melemahnya permintaan di sektor industri.

PHK Mengancam Akibat Turunnya Permintaan di Industri Manufaktur

Mlenasir dari CNBC Indonesia, menurut Direktur Ekonomi Digital dari Center of Economics and Law Studies (Celios), Nailul Huda, penurunan permintaan barang di sektor manufaktur jadi penyebab utama terganggunya proses produksi.

"Permintaan barang industri Manufaktur yang berkurang menyebabkan berkurangnya produksi," kata Nailul.

Data dari S&P Global juga mengonfirmasi kekhawatiran ini. Purchasing Managers’ Index (PMI) Indonesia yang sempat berada di angka 52,4 pada Maret 2025, terjun ke level 46,7 pada April dan hanya sedikit naik ke 47,4 di Mei.

Penurunan ini menandakan sektor Manufaktur tidak sedang melakukan ekspansi dan sedang berada dalam tekanan berat. Ketika PMI berada di bawah 50, artinya aktivitas produksi melemah, dan dalam jangka panjang akan menurunkan tingkat utilisasi industri.

Lebih lanjut, Nailul menyebutkan bahwa utilisasi Industri Tekstil bisa anjlok hingga di bawah 50%. Ini menjadi sinyal bahaya, sebab efisiensi produksi akan menurun drastis dan berujung pada pemangkasan karyawan secara besar-besaran.

"Dampak yang bisa terjadi ke depan adalah utilitas industri manufaktur akan semakin menurun. Bahkan untuk Industri Tekstil dan produk tekstil, utilitas industri bisa menurun hingga di bawah 50%," jelasnya.

Perang Tarif dan Lemahnya Daya Beli Jadi Pemicu PHK Massal

Gelombang PHK di 2025 ini juga tak bisa dilepaskan dari tekanan eksternal seperti konflik tarif global. Salah satunya berasal dari kebijakan tarif yang diberlakukan oleh Amerika Serikat, yang berdampak langsung terhadap penurunan permintaan ekspor Indonesia.

"Pertama dari perang tarif AS yang mengakibatkan penurunan permintaan produk secara global, termasuk dari Indonesia. Akibatnya produksi dalam negeri akan berkurang. Potensi PHK akan meningkat," kata Nailul.

Tak hanya itu, kondisi domestik pun turut memperparah situasi. Lemahnya Daya Beli masyarakat, khususnya di kelas menengah ke bawah, mengurangi permintaan terhadap produk-produk industri dalam negeri.

Ini menjadi alasan mengapa banyak perusahaan mulai mengurangi produksi dan merampingkan tenaga kerja.

"Kedua, pelemahan permintaan domestik yang disebabkan oleh Daya Beli yang belum membaik. Daya beli masih sangat terbatas untuk di masyarakat kelas menengah ke bawah," dia menambahkan.

Jika kondisi ini terus berlanjut, diperkirakan lebih dari 1,2 juta pekerja akan terdampak PHK, terutama dari sektor tekstil dan industri pendukungnya.

Teknologi AI dan Peranannya dalam Lonjakan PHK di Sektor Jasa

Di tengah maraknya adopsi teknologi kecerdasan buatan (AI), muncul kekhawatiran bahwa digitalisasi akan mempercepat laju PHK di berbagai sektor. Banyak pekerjaan yang dulunya mengandalkan tenaga manusia kini digantikan oleh sistem otomatis.

Meski begitu, Nailul menilai bahwa peran AI terhadap PHK di Indonesia masih belum signifikan secara umum. Namun, ia mengakui bahwa beberapa bidang jasa, seperti keuangan dan layanan pelanggan, mulai merasakan dampaknya.

"Ada pengaruh tren PHK dari penggunaan AI ataupun penggunaan teknologi, namun menurut saya tidak signifikan pengaruhnya. Mungkin kedua faktor tersebut signifikan pengaruhnya untuk bidang jasa seperti keuangan dan sebagainya," ucapnya.

Yang mengejutkan, tidak ada satu pun keterampilan yang benar-benar aman dari ancaman PHK. Bahkan mereka yang bekerja di sektor teknologi digital sekalipun kini mulai kehilangan posisi yang sebelumnya dianggap "kebal PHK".

"Saya melihat tidak skill khusus yang harus dimiliki. Pure ini badai PHK bisa terjadi di sektor mana pun. Skill teknologi (katanya dibutuhkan) pun tidak lepas dari PHK di beberapa perusahaan digital," jelas Nailul.

Kondisi ini menunjukkan bahwa tantangan dunia kerja saat ini tidak hanya soal skill dan adaptasi terhadap teknologi, tapi juga bergantung pada kondisi ekonomi global dan domestik yang kompleks.

Advertisements
Share:
Editor: Trinita Adelia
Source:

Baca Juga

Rekomendasi

Advertisements