NOTIS.CO.ID - Perjalanan ke Amerika Serikat akan menghadirkan tantangan baru bagi banyak wisatawan.
Mulai tahun fiskal 2025, setiap pemegang visa non-imigran diwajibkan membayar Visa Integrity Fee sebesar US$250 atau sekitar Rp4 juta.
Kebijakan ini bukan pengganti Biaya Visa biasa, melainkan pungutan tambahan yang diterapkan di atas biaya yang telah berlaku.
Aturan ini lahir dari undang-undang One Big Beautiful Bill Act, dan dipercaya akan berdampak besar pada pelancong, pelajar, maupun pebisnis internasional yang ingin mengunjungi AS.
Visa Integrity Fee untuk wisatawan internasional mulai diberlakukan
Kebijakan Visa Integrity Fee disahkan pemerintah Amerika Serikat di bawah pemerintahan Donald Trump. Tujuan utamanya adalah memulihkan integritas sistem imigrasi dan mencegah pelanggaran masa tinggal.
Menurut data Layanan Penelitian Kongres AS, meski mayoritas pemegang visa mematuhi aturan, sekitar 1–2 persen wisatawan tetap berada di AS setelah masa visanya habis.
Bahkan sekitar 42 persen dari 11 juta imigran ilegal awalnya masuk secara legal namun melanggar batas waktu tinggal.
Penerapan biaya tambahan sebesar US$250 berlaku untuk pemegang visa non-imigran dari berbagai kategori.
Itu termasuk wisatawan yang ingin liburan, pelancong bisnis yang datang untuk konferensi, hingga pelajar internasional yang akan menempuh studi.
Proses pembayarannya dilakukan ketika visa telah disetujui. Jika permohonan visa ditolak, pungutan tersebut tidak akan dikenakan.
"Rincian tentang persyaratan baru ini masih sedikit, yang mengakibatkan tantangan yang signifikan dan pertanyaan yang belum terjawab terkait penerapannya," kata juru bicara dari Asosiasi Perjalanan AS dikutip CNBC International, Senin (21/7/2025).
Besaran Visa Integrity Fee dan biaya lain yang ikut naik
Untuk periode awal 1 Oktober 2024 hingga 30 September 2025, jumlah pungutan Visa Integrity Fee telah ditetapkan sebesar US$250.
Namun, Menteri Keamanan Dalam Negeri AS memiliki kewenangan untuk menaikkan nominalnya sesuai inflasi di tahun-tahun mendatang.
Perubahan biaya lain juga terjadi pada Formulir Iâ94 yang digunakan mencatat kedatangan dan keberangkatan.
Biayanya naik dari US$6 menjadi US$24. Bagi pemegang visa kerja seperti Hâ1B, total biaya yang harus dikeluarkan bisa mencapai US$455.
Seorang mitra firma hukum imigrasi berbasis di Houston, Reddy Neumann Brown PC, Steve A. Brown menegaskan bahwa penerapan pungutan baru ini belum dimulai secara resmi.
"Saya yakin akan dibutuhkan sebuah peraturan, atau setidaknya pemberitahuan di Federal Register, mengenai implementasi pengumpulan dana," ucapnya.
Sistem pengembalian dana Visa Integrity Fee masih misterius
Pemerintah Amerika Serikat menyebutkan adanya peluang pengembalian Visa Integrity Fee apabila wisatawan mematuhi seluruh aturan visa, tidak bekerja ilegal, dan meninggalkan AS sebelum masa berlaku visa habis dengan toleransi maksimal lima hari.
Namun, proses pengembalian ini belum jelas. Departemen Keamanan Dalam Negeri mengatakan, pelaksanaannya membutuhkan koordinasi antar lembaga dan sampai sekarang belum ada aturan teknis mengenai cara maupun waktu klaim.
Kantor Anggaran Kongres (CBO) AS memperkirakan hanya segelintir wisatawan yang akan mengajukan klaim pengembalian dana.
Selain itu, Departemen Luar Negeri diperkirakan memerlukan waktu bertahun-tahun untuk membangun sistem yang memadai.
Dalam laporan CBO, kebijakan ini bisa menambah pemasukan negara sekaligus mengurangi defisit AS sebesar US$28,9 miliar selama periode 2025 hingga 2034.
Brown juga mengingatkan pelancong agar tidak menggantungkan harapan terlalu tinggi.
"Kalau bisa dikembalikan, itu bonus. Tapi jangan berharap banyak. Pemerintah biasanya tidak mudah mengembalikan uang," kata Brown.
Dampak biaya baru terhadap wisatawan dan industri perjalanan
Para wisatawan dengan visa B untuk turis maupun bisnis kemungkinan akan paling merasakan dampaknya.
Perjalanan ke AS akan terasa lebih mahal, terutama untuk kunjungan jangka pendek. Situasi ini muncul di tengah persiapan Amerika Serikat menyambut berbagai acara internasional besar pada 2026, seperti Piala Dunia FIFA dan perayaan 250 tahun kemerdekaan AS.
Ironisnya, pada saat yang sama dana promosi pariwisata justru dipangkas. Brand USA, lembaga pemasaran destinasi AS, mengalami pemotongan dana besar-besaran dari US$100 juta menjadi hanya US$20 juta.
Bahkan, setengah anggota dewan direksinya diberhentikan oleh Departemen Perdagangan pada April lalu. CEO Brand USA, Fred Dixon, menyatakan kekecewaannya namun tetap berharap dana promosi dapat pulih untuk menyambut tahun 2026.
"Kami mendukung investasi dalam infrastruktur dan keamanan. Tapi menambahkan biaya baru untuk pengunjung asing, sambil memangkas promosi wisata, adalah langkah mundur," ujar Presiden dan CEO-nya, Geoff Freeman.