NOTIS.CO.ID - Cuaca ekstrem diprediksi masih akan terus menghampiri sejumlah wilayah di Indonesia hingga pertengahan Juli.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperkirakan potensi hujan lebat dan angin kencang masih tinggi di berbagai daerah, meskipun sebagian wilayah sudah memasuki Musim Kemarau.
Fenomena atmosfer yang dinamis jadi salah satu pemicunya, termasuk suhu laut yang tetap hangat dan pergerakan gelombang atmosfer yang memengaruhi pembentukan awan hujan.
Prediksi hujan lebat dan angin kencang selama 8–10 Juli 2025
BMKG memaparkan bahwa sepanjang 8 hingga 10 Juli 2025, cuaca umumnya akan didominasi oleh kondisi berawan hingga hujan ringan.
Namun, di beberapa wilayah, intensitas hujan diprediksi akan meningkat menjadi sedang bahkan lebat, terutama disertai Angin Kencang dan kilat.
Jawa Barat dan Maluku termasuk daerah yang berpotensi dilanda Hujan Lebat dalam periode tersebut.
Di sisi lain, Angin Kencang diperkirakan akan terjadi di beberapa wilayah seperti Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Maluku.
Kondisi ini patut diwaspadai terutama bagi masyarakat yang tinggal di kawasan rawan banjir atau longsor.
Perkiraan cuaca 11–14 Juli menunjukkan pola serupa
Memasuki 11 hingga 14 Juli 2025, pola cuaca diperkirakan tidak banyak berubah. Sebagian besar wilayah akan mengalami cuaca berawan hingga hujan ringan, namun beberapa daerah diprediksi mengalami hujan intensitas sedang hingga lebat.
Wilayah yang diperkirakan akan menerima curah Hujan Lebat antara lain Aceh, Nusa Tenggara Barat, dan Papua Pegunungan.
Sementara itu, Angin Kencang masih akan berpotensi terjadi di Aceh, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Maluku, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Papua Selatan.
Kondisi ini mencerminkan bahwa kemarau tahun ini belum sepenuhnya merata. BMKG menyatakan bahwa hingga akhir Juni lalu, baru sekitar 30% zona musim di Indonesia yang sudah memasuki Musim Kemarau.
Padahal secara normal, seharusnya sekitar 64% wilayah sudah berada di fase tersebut pada akhir Juni.
Dinamika atmosfer regional sebabkan cuaca tak menentu
Hingga saat ini, anomali curah hujan yang telah berlangsung sejak Mei diprediksi masih akan berlanjut hingga Oktober 2025.
Salah satu penyebab utamanya adalah melemahnya Monsun Australia, yang membuat suhu permukaan laut di selatan Indonesia tetap hangat dan mendukung terbentuknya awan hujan.
Faktor lainnya yang turut memengaruhi adalah pergerakan Gelombang Kelvin dan Ekuatorial Robby yang terpantau melintas di beberapa wilayah Indonesia. Pola ini terbaca dari monitoring gelombang ekuator dan pergerakan streamline angin.
"Kombinasi faktor-faktor ini menunjukkan bahwa meskipun indikator iklim global berada dalam kondisi netral, dinamika regional tetap mendukung terbentuknya pola hujan di wilayah Indonesia," tulis BMKG di laman resminya, dikutip Rabu (9/7/2025).
BMKG menilai bahwa cuaca ekstrem masih menjadi potensi serius yang perlu diperhatikan, apalagi bagi daerah-daerah yang sebelumnya pernah terdampak bencana hidrometeorologi seperti banjir bandang atau tanah longsor.
"Dengan kondisi atmosfer yang masih sangat dinamis, BMKG mengimbau masyarakat serta pihak-pihak terkait untuk tetap waspada terhadap potensi cuaca ekstrem seperti hujan lebat disertai kilat atau petir, angin kencang, dan gelombang tinggi di wilayah perairan Indonesia. Kewaspadaan ini penting, khususnya di wilayah yang masih rentan terhadap kejadian cuaca ekstrem, meskipun sebagian wilayah Indonesia telah memasuki periode kemarau," jelas BMKG.