Studi Ungkap Hanya Negara Ini yang Bisa Bertahan Tanpa Impor Pangan

Guyana jadi satu-satunya negara yang bisa swasembada penuh tanpa impor menurut studi terbaru soal ketahanan pangan global.
Trinita Adelia - Kamis, 12 Jun 2025 - 14:00 WIB
Studi Ungkap Hanya Negara Ini yang Bisa Bertahan Tanpa Impor Pangan
Ilustrasi - freepik @nikitabuida
Advertisements

NOTIS.CO.ID - Apa jadinya jika seluruh jalur perdagangan internasional mendadak tertutup? Di tengah dunia yang saling bergantung satu sama lain, hanya sedikit negara yang bisa benar-benar mandiri secara pangan.

Menurut hasil studi terbaru yang terbit di Nature Food, hanya Guyana yang bisa memenuhi seluruh kebutuhannya sendiri tanpa harus bergantung pada impor dari luar negeri.

Temuan ini memicu kekhawatiran atas Ketahanan Pangan global yang makin rapuh, terutama di tengah ancaman krisis iklim dan ketegangan geopolitik yang bisa memutus rantai distribusi makanan kapan saja.

Guyana jadi satu-satunya negara yang mandiri dalam tujuh kelompok pangan

Dalam penelitian kolaboratif antara University of Göttingen di Jerman dan University of Edinburgh, para ahli menganalisis data produksi pangan dari 186 negara.

Mereka memfokuskan kajiannya pada tujuh kelompok pangan utama kategori makanan pokok yang menjadi tulang punggung konsumsi masyarakat.

Hasilnya mengejutkan, hanya Guyana yang mampu memproduksi semua kelompok pangan tersebut untuk kebutuhan domestik secara penuh.

Negara kecil di Amerika Selatan ini menjadi satu-satunya yang memiliki potensi Swasembada total tanpa dukungan dari perdagangan internasional.

Sementara itu, negara-negara besar seperti China dan Vietnam menyusul di posisi kedua. Kedua negara ini cukup tangguh dalam enam dari tujuh kelompok pangan, menunjukkan bahwa mereka hampir mandiri meskipun belum sepenuhnya.

Sebagian besar negara hanya mampu memenuhi sebagian kecil kebutuhan pangannya

Studi ini juga menunjukkan bahwa sebagian besar negara di dunia tidak sanggup memproduksi semua jenis makanan yang dibutuhkan warganya.

Hanya satu negara selain Guyana yang bisa memenuhi lima kelompok pangan. Lebih dari sepertiga negara hanya mampu mencukupi dua kelompok pangan atau bahkan kurang.

Bahkan, ada enam negara yang tidak sanggup memenuhi satu pun dari tujuh kelompok pangan tersebut. Mereka adalah Afghanistan, Uni Emirat Arab, Irak, Makau, Qatar, dan Yaman.

Negara-negara ini sangat bergantung pada impor untuk menyuplai makanan ke dalam negeri, karena mereka tak memiliki kapasitas produksi lokal yang mencukupi.

Ketergantungan ini bukan hanya terjadi pada negara secara individu. Ketika dilihat dari kacamata kerja sama ekonomi antarnegara seperti Gulf Cooperation Council (GCC) di Timur Tengah, hasilnya juga tidak jauh berbeda.

Uni ekonomi ini hanya mencapai Swasembada dalam kategori daging. Sementara itu, kelompok kerja sama di Afrika Barat dan Karibia hanya berhasil memenuhi dua dari tujuh kelompok pangan.

Yang lebih mengejutkan lagi, tidak ada satu pun serikat ekonomi yang mampu memproduksi cukup sayuran untuk memenuhi kebutuhan seluruh populasinya. Padahal, sayuran adalah bagian penting dari pola makan seimbang.

Ketergantungan impor tinggi membuat negara rawan Krisis Pangan

Situasi ini menggambarkan betapa rapuhnya sistem pangan global saat ini. Sebagian besar negara sangat mengandalkan perdagangan internasional untuk memenuhi kebutuhan pangannya.

Tak jarang, lebih dari separuh impor suatu negara hanya berasal dari satu mitra dagang. Kondisi ini jelas membuat banyak negara sangat rentan terhadap gejolak pasar dan konflik geopolitik.

Peneliti menekankan bahwa menjaga kestabilan jaringan perdagangan global adalah kunci untuk memastikan ketersediaan makanan di masa mendatang.

“Perdagangan dan kerja sama pangan internasional sangat penting untuk pola makan yang sehat dan berkelanjutan. Namnun, ketergantungan yang besar pada impor dari satu negara dapat membuat negara-negara rentan [kekurangan pangan],” papar Jonas Stehl, ekonom pembangunan di University of Göttingen, mengutip Science Alert.

“Membangun rantai pasokan pangan yang tangguh sangat penting untuk memastikan kesehatan masyarakat,” tambahnya.

Dengan krisis iklim yang semakin parah dan situasi geopolitik yang penuh ketidakpastian, studi ini memberikan pengingat keras bagi kita semua bahwa kemandirian pangan bukan lagi pilihan, tapi kebutuhan mendesak.

Advertisements
Share:
Editor: Trinita Adelia
Source:

Baca Juga

Rekomendasi

Advertisements