NOTIS.CO.ID - Musim liburan sekolah kerap dimanfaatkan untuk berwisata ke pantai, termasuk Pantai Parangtritis di Yogyakarta.
Namun, baru-baru ini muncul imbauan penting dari Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan HamengkuBuwono X, yang meminta agar para wisatawan tidak mandi atau berenang di Pantai Parangtritis.
Permintaan ini bukan tanpa alasan. Ancaman Rip Current atau arus balik menjadi momok nyata selama musim angin timur yang sedang berlangsung.
Fenomena cuaca ini tak hanya mengganggu kenyamanan, tetapi juga bisa membahayakan nyawa, terutama bagi wisatawan yang belum memahami kondisi laut selatan.
Sayangnya, sebagian besar pengunjung justru mengabaikan risiko ini karena mengira laut hanya berombak besar seperti biasa. Padahal, ada mekanisme alam yang jauh lebih berbahaya tersembunyi di baliknya.
Musim Angin Timur Picu Arus Balik Berbahaya di Parangtritis
Menurut Widodo Setiyo Pranowo, Peneliti Ahli Utama Bidang Oseanografi Terapan dari Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN, bulan Juni hingga Agustus merupakan masa berlangsungnya musim angin timur.
Dalam periode ini, angin dari timur akan menghantam wilayah Pulau Jawa dan dibelokkan ke arah selatan. Proses ini memicu gaya coriolis, yakni gaya yang terbentuk karena rotasi bumi.
Akibat dari gaya ini, muncul potensi terbentuknya Rip Current yang lebih sering dan kuat.
"Ini yang meningkatkan munculnya potensi rip current (atau arus rip) dikhawatirkan akan lebih sering muncul di musim Liburan Sekolah ini," ujar Widodo seperti dikutip dari detikTravel.
Rip Current sendiri adalah arus air kuat yang bergerak menjauh dari pantai dan dapat menyeret siapa pun yang ada di dalamnya ke laut lepas. Arus ini tidak selalu terlihat jelas di permukaan, sehingga kerap mengecoh pengunjung yang ingin bermain air di tepi pantai.
Mengapa Anak-anak dan Remaja Lebih Rentan Terhadap Rip Current
Widodo juga mengungkapkan keprihatinannya terhadap perilaku sebagian wisatawan, terutama kalangan anak-anak dan remaja yang sering kali mengabaikan imbauan petugas.
Dalam pengamatannya, kelompok usia ini cenderung lebih nekat dan tidak menyadari risiko yang mengintai di balik deburan ombak.
Ia menyebut bahwa larangan berenang selama musim angin timur sangatlah tepat diberlakukan.
"Takutnya mereka masuk ke air, ke area yang memiliki potensi Rip Current tinggi lalu ditarik terbawa ke dalam laut," ungkapnya.
Tak jarang, para pengunjung hanya melihat permukaan air yang tampak tenang, tanpa mengetahui bahwa arus bawah laut bisa sangat kuat.
Ditambah lagi, tidak semua pantai memiliki penjaga pantai yang siaga setiap saat, sehingga kemungkinan terjadinya kecelakaan menjadi lebih tinggi.
Teknik Bertahan dari Rip Current Hanya Efektif Bagi Perenang Terlatih
Meski ada teknik penyelamatan diri untuk menghadapi rip current, namun metode tersebut tidak bisa diaplikasikan oleh semua orang. Hanya orang yang memiliki kemampuan berenang yang baik dan pengetahuan tentang kondisi laut yang bisa menerapkan teknik ini secara efektif.
Misalnya, saat terseret Rip Current, seseorang tidak disarankan melawan arus. Sebaliknya, ia perlu berenang menyamping sejajar pantai untuk keluar dari arus kuat. Tapi hal ini tentu tidak mudah dilakukan dalam kondisi panik dan bagi mereka yang tidak terbiasa dengan laut terbuka.
Karena itu, pencegahan menjadi langkah terbaik. Daripada mengambil risiko yang tak perlu, lebih bijak bila wisatawan menikmati suasana pantai dari pinggir tanpa masuk ke air, apalagi jika kondisi cuaca sedang tidak bersahabat.